oleh

Mengimkan Pemahaman Bahasa Tidore

Dr. Suddin M.Saleh Djumadi, S.S., M.Hum (Dosen Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universtas Khairun)

Bahasa Manusia yang Masih Aktif

Bahasa sebagai alat komnukasi dan cerminan pikiran manusia senantiasa dianalisis oleh para linguis dan penelti bahasa. Bahasa masih aktif kerena tetap digunakan oleh manusia dan banyak jumlahnya. Simons, 2019 menginformasikan bahwa bahasa manusia masih aktif di dunia sebanyak 7.111 bahasa, kalau jumlah diperoleh UNESCO adalah sebanyak 6000 bahasa.

Sebanyak 730 bahasa dituturkan di negara Republik Indonesia. (factsanddetail.com) dan  yang sudah dipetakan sebanyak 652 bahasa dhitung tahun 1991-2017 dari 2.452 daerah pengamatan di Indonesia, (dipetakan oleh Kemendikbud-Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Jakarta. diinformasikan 12 Juli 2018 https://www.kemdikbud.go.id. Menurut SIL sebanyak 719 bahasa daerah dan 707 masih aktif dituturkan (Kemendikbud, 2018), dan sebanyak 48 bahasa dituturkan di Provinsi Maluku (Tempo, 2017), 36 bahasa dituturkan  di provinsi Maluku Utara. (Republika, 2019).

Jumlah penutur bahasa lokal Tidore khususnya di pulau Tidore sebanyak 45.990 penutur yang dibagi atas per kecamatan, yakni  kecamatan Tiidore sebanyak 15.422 penutur, kecamatan Tidore Selatan sebanyak 12.453 penutur, kecamatan Tidore Utara sebanyak 12.217 penutur, dan kecamatan Tidore Timur sebanyak 5.898 penutur. (Kantor Bahasa  Maluku Utara , 2014). Masih ada penutur bahasa Tidore di wilayah Tikep, yaitu kecamatan Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan  pulau Halmahera. Penutur bahasa Tidore juga terdapat di pulau Moti dan di pulau Ternate.

Pelestarian Bahasa Tidore

Bahasa Tidore merupakan salah satu bahasa daerah yang termasuk ke dalam skema kebudayaan nasional Indonesia, secara jelas dilindungi Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Sistem perlindungan budaya dan bahasa daerah diatur dalam UUD RI 1945, pasal 32 ayat 1 dinyatakan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan.

Dilanjutkan ayat 2  negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan nasional. Pernyataan itu diperkuat lagi dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tetang bendera, bahasa, lambanag negara, dan lagu kebangsaan. Pasal 22 ayat 1 dinyatakan pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan jaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Hal yang dapat dipahami bahwa bahasa Tidore telah eksis ribuan tahun lamanya di Kie Duko (pulau Tidore). Eksistensi bahasa ini sejaman dengan adanya komunitas pertama yang menghuni pulau itu. Justru bahasa dimiliki oleh manusia, oleh karena itu, usia suatu bahasa sejaman dengan adanya manusia.

Dengan kata lain, bahasa itu ada bersamaan dengan manusia atau manusia tidak terlepas dari bahasa. Dalam bingkai kebudayaan komunitas Tidore, bahasa Tidore juga berselimut sebagai salah satu unsur kebudayaan lokal. Hal itu juga berarti bahwa bahasa Tidore sebagai salah satu khazanah kekayaan kebudayaan komunitas Tidore. Bahkan sekaligus ia termasuk salah satu unsur kebudayaan nasional Indonesia.

Untuk melindungi bahasa lokal (Tidore), penutur mesti tetap mempertahankan dan menggunakan bahasa Tidore dalam aktivitas komunikasi sehari-hari sesama mitra tuturnya. Selain itu, bahasa lokal perlu dikembangkan dengan tatabahasa-tatabahasa mutakhir agar mudah dipahami oleh para penutur dan peneliti bahasa.

Bahasa Tidore Dari Aspek Struktur

Bahasa Tidore berstruktur SVO (subjek verba objek). Secara kanonis sama atau hampir sama struktur dengan bahasa-bahasa  non-Austronesia lain di daerah provinsi Maluku Utara. Struktur yang dapat diperhatikan dalam klausa bahasa Tidore, misalnya Fangato oro uge ua ‘Saya tidak mengambil sayur’, Fangato sogoliho kula rai  ‘Saya sudah mengembalikan kula (kula = alat pencabut rumput)’.

Tetapi  adverbial ua = ‘tidak’  dan rai = ‘sudah’biasanya didahului oleh sebuah frasa verba. Dari aspek jenis bunyi, hal yang perlu diakui bahwa dalam interval waktu bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 1993 dan bulan Maret sampai bulan April tahun 1994, peneliti bidang ilmu linguistik asal Kanada, Joost J.J. Pikkert bersama istrinya Cheryl. M Pikkert  terlibat di dalam SIL International.

Mereka melaksanakan studi fonologi bahasa Tidore dan hasil studinya itu dituangkan dalam sebuah tulisan berjudul “A First Look At Tidore Phonology” (Pandangan Pertama Fonologi Tidore). Mungkin ini merupakan sepak terjang studi awal fonologi bahasa Tidore yang membuka tabir para pemerhati bahasa untuk melaksanakan studi-studi fonologi bahasa Tidore selanjutnya. Bahasa tidore terdapat 19 jenis bunyi konsonan dan 5 jenis bunyi vokal.

Secara morfologis, morfem bahasa Tidore dapat diperhatikan dalam konstruksi klausa seperti Tono wotula guwae, Tini moroca piga, Kaso yokau safutu madoya (O. Kakerissa dkk.,1997:47). Mina mojang, Mansia nagam (van Staden, 2006:335). Ona yousaha yooro bira enage,  Una wokaro “nene!” (Joost Pikkert and Cheryl Pikkert, 1993:63 dan65). Fangare tooyo ‘Saya (lk) makan’, Una wooyo ‘Dia (lk) makan’, Mina mooyo ‘Dia (pr) makan’ (Tim peneliti Kantor Bahasa Maluku  Utara,2020).

Dari klausa-klausa itu, kita mengambil kata-kata yang dapat mengalami proses morfologis, umpamanya wotula (menggalah), moroca (menyuci), yokau (melolong), madoya (di dalamnya), mojang (cantik), nagam (kampung), yousaha (berupaya),  yooro (mengambil), yokaro (memanggil), tooyo (makan), wooyo (makan),  dan  mooyo (makan). Proses pembentukan semacam itu terdapat afiks berupa prefiks yang menempel pada  bentuk  dasar. Jadi, bentuk dapat disebut morfem bebas dan afiks berupa prefiks dapat disebut morfem terikat seperti disajikan di bawah.

morfem bebas                        morfem terikat

[tula]                           [wo-]

[roca]                          [mo-]

[kau]                            [yo-]

[doya]                          [ma-]

[jang]                           [na-]

        [gam]

                                                        [usaha]

                                                        [oro]

                                                        [karo]

                                                        [oyo]

Berkaitan dengan pendeskripsian aspek struktur di atas, perkembangan pengetahuan bahasa Tidore mulai terasa terutama pengetahuan pada struktur internalnya.  Bahasa Tidore sebagai salah satu bahasa lokal atau bahasa daerah perlu mendapat pelestarian dengan cara dijadikan suatu muatan lokal pada dunia pendidikan di Kota Tidore Kepulauan.

Bahasa Tidore Perlu Dijadikan Muatan Lokal

Kota Tidore Kepulauan yang disingkat dengan Tikep terdapat beberapa khasanah kebudayaan seperti cerita rakyat, syair, pantun, dolabololo, tarian, lagu daerah dan lain-lain dapat dijadikan muatan lokal. Bahasa Tidore sebagai cerminan pikiran etnis Tidore merupakan pontensi yang paling berguna untuk mengungkapkan alam di lingkungan lokalnya sendiri kepada masyarakat luas.

Oleh karena itu, bahasa Tidore pun juga harus dijadikan muatan lokal pada sekolah-sekolah dasar sampai sekolah menengah di wilayah kota Tidore kepulauan. Hal itu perlu, karena demi pelestarian bahasa lokal dari kepunahannya dan perlu dieksiskan sampai akhir zaman. Kegunaan bahasa Tidore adalah untuk pengembangan pengetahuan bahasa Tidore pada khususnya dan  ilmu kebahasaan pada umumnya. Suka bangsa lain dapat mengenal jati diri etnis Tidore melalui bahasanya yang khas itu.

Komentar