Jazirah Indonesia – Sultan Tidore, H. Husain ALting Syah, SE, MM kembali mempertegas wilayah Sofifi sebagai ibukota provinsi Maluku Utara dengan pendekatan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999.
Penegasan itu disampaikan Sultan melalui surat yang ditujukan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri), menyusul informasi draft kawasan khusus Sofifi telah disepakati dan hanya menunggu payung hukum itu masih menyimpang dari UU tersebut.
Surat tertanggal 28 Mei 2021 itu, disampaikan seteleh mengikuti pemaparan dari tim Kemendagri pada 21 Mei 2021 di Jakarta tentang konsepsi dasar Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Pembangunan Kawasan Khusus Sofifi sebagai Ibu Kota Propinsi Maluku Utara.
Selain itu, pemaparan Mendagri soal kawasan khusus Sofifi sebagaimana diberitakan Jazirah Indonesia, Kamis (3/6/2021) menyebutkan draft kawasan khsusus Sofifi tersebut telah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk selanjutnya diterbitkan sebagai Peraturan.
“Draft itu akan menjadi dasar atau payung hukum dalam Pembentukan Kawasan Khusus Ibu Kota Sofifi, yang meliputi sebagian Kecamatan di Wilayah Kota Tidore yang terletak di pulau besar, dan sebagian Kecamatan di Halmahera Barat”, kata Mendagri.
Baca juga: Mendagri Paparkan Sofifi Sebagai Kawasan Khusus
Terkait itu, Sultan Tidore dalam suratnya menyatakan menghormati setiap kebijakan dan langkah ikhtiar untuk mendorong peningkatan kinerja pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan, sepanjang didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Namun ditegaskan Sultan, Sofifi sebagai ibukota Propinsi Maluku Utara, harus ditafsirkan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 9 ayat (1) UU No 46 tahun 1999.
Dimana penjelasan UU tersebut, menyebutkan bahwa Sofffi sebagai ibu kota Propinsi Maluku Utara, adalah Kecamatan Oba Kabupaten Halmahera Tengah.
“Kecamatan Oba yang dimaksud pada saat undang-undang tersebut dibentuk adalah Desa Kaiyasa hingga Desa Lifofa atau Kecamatan Oba Utara (Desa Kaiyasa) hingga Kecamatan Oba Selatan (Desa Nuku) saat ini”, tulis Sultan Tidore.
Demikian menurutnya, rencana pemerintah menetapkan Kawasan Khusus yang meliputi Kecamatan Oba Utara, Kecamatan Oba Tengah, dan Kecamatan Jailolo Selatan dipandang tidak sejalan dengan ketentuan pasal 9 ayat (I) UU No 46 tahun 1999.
Kesultanan menilai pemerintah menganeksasi wilayah ibu kota Propinsi (Kecamatan Oba dan Oba Selatan) sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang.
“Sebaliknya mensubsitusi Kecamatan Jailolo Selatan yang dimana secara yuridis tidak termasuk dalam wilayah pusat ibu kota Propinsi Maluku Utara”, jelas Sultan Tidore.
Demikian, Husain Sjah menyarankan kepada Pemerintah agar disamping Kecamatan Oba Utara dan Oba Tengah yang akan ditetapkan sebagai zona inti harus juga memasukkan dan menetapkan kecamatan Oba dan Oba Selatan sebagai zona inti.
Menurut Sultan, penetapan pemerintah, Kecamatan Oba dan Oba Selatan sebagai zona penyangga, maka ditetapkan juga Kecamatan Jailolo Selatan sebaga zona penyangga.
Hal itu mengingat ketentuan pusat Ibu Kota Propinsi Maluku Utara menurut UU tidak termasuk wilayah Kecamatan Jailolo Selatan.
Lanjutnya, hal itu penting untuk memberi rasa keadilan serta menghindari hal-hal yang bertentangan dengan Undang-Undang.
Alsan terkait ini, pada point terakhir isi surat, bahwa rancangan Peraturan Pemerintah perlu mengatur agar struktur Badan Kawasan harus merepresentasikan unsur empat Kesultanan.
Atau, disebut Sultan, sekurang-kurangnya Kesultanan Tidore dan Kesultanan Jailolo sebagai peletak dasar pemerintah di wilayah Moloku Kie Raha (Propinsi Maluku Utara).
Penulis. : R. Yakub
Editor : R. Yakub
Komentar