Jazirah Indonesia – Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menyampaikan klarifikasi soal PPN sembako dan jasa pendidikan.
Klarifikasi yang dilakukan melalui surat elektronik (surel) yang dikirim untuk para wajib pajak, Minggu (13/6/2021), DJP menyampaikan, berita yang beredar akhir-akhir ini berkaitan dengan pengenaan PPN sembako dan jasa pendidikan merupakan informasi yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah.
Dalam surat DJP menjelaskan, Pemerintah saat ini menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan mengingat situasi ekonomi yang lemah akibat pandemi Covid-19, salah satunya yaitu usulan untuk mengubah pengaturan PPN.
“Di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN,” tulis DJP dalam suratnya.
Beberapa poin-poin yang penting dipaparkan DJP berkaitan dengan usulan perubahan pengaturan PPN. Pertama, pengurangan berbagai fasilitas PPN karena dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi.
Kedua, penerapan multitarif dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum, misal atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Sebaliknya, tarif PPN dikenakan lebih tinggi daripada tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.
Ketiga, untuk jenis barang tertentu akan dikenai PPN Final untuk tujuan kesederhanaan dan kemudahan.
Rencana pemerintah tersebut akan dibahas lebih lanjut bersama dengan DPR dan DJP menegaskan dalam prosesnya, pemerintah akan mendengarkan usulan dari seluruh pemangku kepentingan.
Rancangan kebijakan ini dilakukan menurut DJP, bisa bersifat adil dan lebih baik, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, gotong-royong, serta meningkatkan kontribusi kelompok yang mampu dengan kompensasi dan subsidi yang lebih tepat sasaran.
Meski itu, berdasarkan berkas rumusan RUU KUP diungkap Bisnis.com, Minggu (13/6/2021) ada tiga opsi yang akan dilakukan pemerintah untuk pengenaan tarif PPN barang kebutuhan pokok. Pertama, pemerintah akan memberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen.
Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.
DJP Kemenkeu juga menjelaskan, bahwa pengenaan tarif PPN untuk jasa pendidikan hanya akan berlaku untuk yang sifatnya komersial.
Dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), jasa pendidikan termasuk salah satu sektor yang diusulkan untuk dikenakan tarif PPN.
Padahal sebelumnya, jasa pendidikan masuk dalam kategori jasa bebas PPN.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa tidak semua jasa pendidikan akan dikenai tarif PPN.
“Jasa pendidikan rentangnya luas sekali, jasa pendidikan yang mana? Jasa pendidikan yang mengutip iuran dengan batasan tertentu yang akan dikenakan PPN,” katanya dalam acara Media Briefing secara virtual, dikutip Bisnis.com, Senin (14/6/2021).
Namun itu, DJP juga tidak menjelaskan jenis-jenis pendidikan komersial yang dimaksud.
Neilmaldrin menegaskan pengenaan tarif PPN sektor ini akan dikecualikan untuk jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dan yang dinikmati masyarakat banyak pada umumnya, misalnya sekolah negeri.
“Jelas jasa pendidikan yang bersifat komersial dalam batasan tertentu akan dikenai PPN,” jelasnya. Usulan RUU KUP tersebut tambahnya, masih akan dibahas bersama dengan DPR. karena itu, pemerintah belum menetapkan berapa batasan tarif jasa pendidikan yang akan dikenai PPN.
Penulis : Nazirul
Editor : Nazirul
Komentar