Jazirah Indonesia – Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan oleh pemerintah, terdapat beberapa sektor yang diidentifikasi untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok.
Pengenakan PPN atas barang bahan pokok atau sembako itu yakni dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Terdapat 2 komoditi utama dari sektor tersebut yang disasar untuk dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyebut bahwa daging sapi dan beras menjadi barang yang disasar.
Yustinus beralasan, terdapat selisih harga yang begitu lebar di kedua barang tersebut jika dibandingkan dengan barang kebutuhan pokok lain.
“Dari 11 bahan kebutuhan pokok yang masuk dalam skema UU saat ini, ada 11. Kemungkinan yang kita kenai itu hanya daging dan beras. Itu yang mudah ya karena kelihatan gap harga yang sangat lebar, kalau telur, susu segar lalu umbi-umbian, sayur-sayuran saya rasa masih sama,” kata Yustinus dalam webinar bertajuk Dampak RUU PPN Terhadap Industri Strategis Nasional, Kamis (1/7/2021).
Dikatakan Yustinus, untuk daging lainnya, seperti daging ayam, bebek, dan lain-lain tak akan dikenakan PPN. Karena, lanjutnya, daging-daging tersebut masih bisa dikonsumsi masyarakat umum.
“Kami kemarin fokus pada daging sapi. Dan mempermudahnya impor dengan yang lokal,” katanya.
Untuk pengenaan PNN pada daging sapi impor kata Yustinus, pihaknya telah menyiapkan instrumen agar tak mendapatkan sanksi dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan akan mendorong pemerintah untuk dapat menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara signifikan ketimbang kenaikan PPN sembako.
Hal itu menurut Faisal Basri, karena tingginya pengeluaran kelompok masyarakat miskin untuk konsumsi rokok.
Faisal menyarankan kenaikan tarif CHT sendiri berkisar di angka 10 persen per tahun. Sehingga, berpotensi untuk menekan tingkat konsumsi rokok di tanah air.
“Jadi, sih rokok ini harus dihukum terus ya jangan sampai rokok membelenggu orang miskin,” tegasnya dalam webinar bertajuk Dampak RUU PPN Terhadap Industri Strategis Nasional,
Dia memaparkan, dengan meningkatkan tarif CHT secara signifikan akan banyak manfaat yang diperoleh pemerintah.
“Karena pengeluaran orang miskin (untuk rokok) cukup tinggi,” tekannya.
Kenaikan tarif rokok, disebutnya, akan berdampak positif bagi sektor kesehatan. Hal ini disebabkan oleh turunnya tingkat konsumsi rokok akibat ketidakmampuan menjangkau harga yang kian mahal.
“Kita dorong (kenaikan tarif CHT), karena merupakan sumber pendapatan tambahan buat pemerintah, ini jangan ragu untuk meningkatkannya,” ujarnya.
Penulis. : Nazirul
Editor : Nazirul
Komentar