Rusli Saraha (Komisioner Bawaslu Kota Ternate)
Sabtu dua belas Juni, saya dan Zulkifli Pina bergegas dari pagi. Diatas kepala, matahari masih menari-nari. Pagi itu berkesempatan ikut rombongan mengantarkan calon mempelai laki-laki, Nasaruddin Amin melangsungkan akad nikah di Maliaro. Anas menikahi Ayu, putri seorang petinggi partai di Maluku Utara.
Usai akad dan jelang siang saat lalu lintas orang memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai agak lengang, saya diajak Pimpinan Redaksi Fajar Malut, Bung Ega menyalami pengantin.
Bersama Sulfi Majid dan Acim Fajar kami naik ke panggung, bersalaman dan foto bareng pengantin. Aroma sukacita terlihat di kilau wajah keduanya, saya dan kawan-kawan disitu ikut bersyukur. Tak lama kami turun dari panggung, berpapasan dengan Dr. H. Burhan Abdurrahman yang hendak gantian naik menyalami pengantin.
Haji Bur tak sendiri, ia didampingi langsung oleh Ahmad Djabid, ayahanda Nurulaiyul, pengantian perempuan. Saat berpapasan itu, senyumnya yang khas tampak menghiasi suasana. Haji Bur lalu berfoto dengan Anas dan Ayu, didampingi Pak Ahmad Djabid. Tampak juga Senator Mubin A.Wahid dan Kadis Perikanan dan Keluatan Kota Ternate, Ruslan Bian dalam barisan foto itu.
Saya lalu bergeser ke meja makan, berkesempatan menikmati hidangan makan siang. Usai dari situ, saya keluar dan hendak pulang ke rumah. Bersama Zul, kami berdua berjalan melewati tenda acara. Sekitar dua puluh langkah, saat menoleh ke belakang nampak Haji Bur sedang berjalan keluar dari lokasi acara.
Demi menghormatinya, saya berhenti dan kembali menyalami beliau untuk yang kedua kalinya. Kembali suguhan senyumnya menebar kebaikan dengan kopiah di kepala dan batik lengan panjang yang cukup menawan, kami bersama berjalan kedepan.
Di muka jalan, tetiba muncul Bang Hasby Yusup dari arah menuju ke lokasi acara. Hari itu Haji Bur terlihat mencandai Bang Bi, keduanya tampak tertawa lepas. Saya ikut tertawa mendengar candaan Haji Bur ke Bang Bi.
Bang Hasby lalu pamitan menuju ke tenda acara, saya sejenak berdiri bersama Haji Bur sambil menunggu mobilnya merapat. Di benak dada, ingin sekali rasanya mengambil momen penting itu untuk foto bareng dengan pria yang telah purna tugas sebagai Walikota Ternate dua periode itu.
Tapi hari itu, handphone saya sedang lowbet, saya tak punya kuasa apa-apa. Tak lama berselang, mobilnya sudah tepat berada di hadapan mata kami berdua, Haji Bur naik kedalam kendaraan berwarna hitam itu. Sebelum gas mobil menancap, ia sempat mengangkat tangan berpamitan dari jendela mobil. Saya seketika mengangkat tangan suba, sebagai penghormatan untuk sang figur ini.
Saya harus memberi penghormatan yang tinggi untuk Haji Bur. Semenjak beliau jadi Walikota di tahun 2010, kami pertama kali bertemu di ruangan kerjanya (kantor Walikota Ternate) sekitar Agustus 2017.
Kala itu, kami komisioner Panwaslu Ternate yang baru dilantik menyambangi beliau sebagai bagian dari safari silaturahmi yang juga kami lakukan terhadap KPU Ternate, Kapolres dan Kepala Kejaksaaan Negeri Ternate.
Usai dari situ, tak ada lagi pertemuan atau komunikasi via telepon antara saya dan beliau, apalagi kala itu dalam perhelatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Haji Bur merupakan salah seorang kontestan (Calon Gubernur).
Sungguh, tatkala Haji Bur memegang kendali kekuasaan di Kota Ternate dan selama melewati dinamika Pemilihan Gubernur Maluku Utara tahun 2018, Pemilu 2019 dan Pemilihan Walikota Ternate tahun 2020, yang saya ikut berada di posisi sebagai pengawas Pemilu di Kota Ternate, tak ada satu-pun pernyataan, tindakan ataupun ajakan dari beliau untuk “bermain mata” di tengah hajat demokrasi itu.
Tak ada pula tindakan intimidatif oleh Haji Bur atau bahkan anak buahnya terhadap kami yang bertugas, pun begitu tatkala ramai PNS Kota Ternate diklarifikasi Panwaslu Ternate karena terlibat menghadiri deklarasi Bapaslon Burhan Abdurrahman-Ishak Jamaluddin, Haji Bur juga perangkat pasukannya tak pernah meneror kami, juga menghambat langkah penanganan dugaan pelanggaran yang terjadi.
Sebagai putra Tidore, saya mungkin orang yang paling potensial diajak Haji Bur untuk urusan konspiratif seperti itu, dengan memanfaatkan kekuatan kultural yang ia miliki sebagai ketua Ikatan Keluarga Tidore (IKT) Maluku Utara .
Tetapi tindakan pencederaan nilai-nilai demokrasi itu tak pernah terjadi, dan saya beruntung atas sikap penghormatan yang ditunjukkan oleh beliau. Haji Bur seolah memberi kami panggung untuk berdiri di garda profesionalitas, ia seperti menegakkan kaki kami agar tetap kokoh mengibarkan pilar-pilar integritas sebagai jiwanya penyelenggara Pemilu.
Saya sungguh bersyukur, karena konsistensi untuk menjaga integritas sebagai penyelenggara pemilu itu tidak menemui gangguan-gangguan. Sejak awal, tatkala terjun di dunia penyelenggara pemilu, saya selalu bergerak dengan segala ikhtiar dan tekad di dada untuk tidak terjebak kedalam jurang praktek manipulatif yang mencederai martabat demokrasi.
Banyak ceritra dari sejarah kekacauan pemilu selalu dan selalu bermula serta bersumber dari miskinnya integritas penyelenggara Pemilu. Karena itu pilihan untuk menjaga integritas serupa menjaga nilai-nilai demokrasi yang harmoni dan martabat negeri.
Setelah Agustus 2017 itu, saya kembali bertemu Haji Bur di kantor Walikota pada penghujung tahun 2019 dalam penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemerintah Kota dan Penyelenggara Pemilu (KPU Ternate dan Bawaslu Ternate).
Di tahun berikutnya, Bawaslu Ternate kembali mendatangi kantor Walikota bertemu Haji Bur sekitar Juli 2020. Di ruang kerjanya, Walikota Haji Bur menerima kami berkoordinasi perihal pembentukan Kampung Pengawasan Pemilihan Bermartabat (KALIBER) dan rencana penandatanganan nota kesepahaman dukungan Pemerintah Kota Ternate terhadap perwujudan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Ternate tahun 2020 yang bermartabat.
Haji Bur memberi respon baik dan menyarankan agar ditonjolkan nuansa kebudayaan lokal dalam membangun basis utama kampung yang menjaga martabat demokrasi, menghargai keberagaman dan cinta damai, tidak terlibat dalam praktek kecurangan dan melawan budaya politik uang yang menjadi hantu demokrasi.
Sebab itu di momen pergerakan KALIBER pada 8 (delapan) kelurahan dalam wilayah Kota Ternate berlangsung lancar, dengan dukungan sinergis perangkat Pemerintah Kecamatan maupun Kelurahan, disamping adanya topangan bantuan dari TNI-POLRI, pemuda, Om-Om deng Bibi-Bibi.
Dalam Launching Kampung KALIBER di Tongole, Kecamatan Ternate Tengah pada September 2020 yang dihadiri oleh Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, Haji Bur juga hadir disana, ia berpidato dan menandatangani MoU perwujudan demokrasi bermartabat sebagai bukti dan komitmen dirinya bersama Pemerintah Kota Ternate untuk membikin jalan Pilkada Ternate berlangsung mulus dan sukses.
Terakhir kali membaur di agenda Bawaslu adalah tatkala Haji Bur datang ke kawasan Dodoku Ali Salero dalam giat senam sehat mengawasi. Itu terjadi tepat di 6 Desember 2020, tiga hari sebelum hari coblos.
Haji Bur datang usai shubuh, berada bersama warga dan pengawas Pemilu untuk menyuplai semangat menjaga Pilkada yang sehat dan bermartabat. Hari itu hadir pula Ketua Bawaslu RI, Abhan. Keduanya seperti memberi inspirasi bagi warga Ternate bahwa beda pilihan itu biasa, yang luar biasa adalah pilihan sikap untuk bersama menjaga Ternate tetap dalam damai dan harmoni.
Saya menduga segala tunai bakti Walikota Burhan Abdurrahman yang konsisten menjaga martabat demokrasi itu berlatar dari sebuah karakter utuh yang ia pelihara sejak lama. Pengalamannya sebagai seorang birokrat yang berkarier dari bawah membawanya pada sebuah pilihan sikap untuk menghamba pada kepentingan publik, bukan kepentingan politik. Betapa ia memaklumi kewenangan yang dipunyai karena jabatannya itu tak mesti dipakai untuk berlaku sewenang-wenang.
Haji Burhan juga pernah melewati sebuah jalan sebagai pendidik. Pria kelahiran 1 Desember 1956 ini sempat mengajar di PGA Aliyah, SMA Negeri 1 Ternate dan SMK Negeri 1 Ternate (SMEA).
Tak berhenti disitu, Burhan Abdurrahman juga mengampu beberapa mata kuliah di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate. Selain di Unkhair, ia juga berkontribusi bagi pengembangan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara sebagaimana tutur mantan Rektor UMMU, Kasman Hi. Ahmad pada tulisan “Mengenang Burhan Abdurrahman bersama Kampus UMMU”.
Tentu menerjuni jalan sebagai guru dan dosen adalah sebuah jalan untuk memupuk subur kadar intelektualitas dan kebijaksanaan. Betapa seseorang yang menjejakkan kaki di dunia pendidikan sebagai sang pencerah yang mencerahkan banyak generasi, berlatar dari jiwa-jiwa yang benar-benar tercerahkan.
Haji Bur seperti memahami ikhtiar dan keteladanan yang selalu diingatkan oleh Da’i sejuta ummat, Zainuddin MZ pada ceramah-ceramahnya “Banyak orang bisa memberi contoh, tetapi hanya sedikit orang yang bisa menjadi contoh”.
Haji Bur telah melesakkan dirinya tidak hanya sebagai pemberi contoh yang terjebak dalam parade ambor kata-kata, tetapi ia telah membawa visi Bahari Berkesan Walikota Ternate dalam kerja nyata.
Meski beberapa harapan rakyat belum tuntas ditunaikan, tetapi dua periode memimpin Ternate telah cukup memberi kesan kepada publik bahwa Ternate dibawah kepemimpinnya menjadi jauh “lebih Baik” sebagaimana tagline kampanyenya.
Haji Bur seperti cermin baik bagi pembangunan Ternate yang berkemajuan jauh dari limpahan pemandangan banyak orang yang mendekap singgasana, tetapi tarabisa bikin apa-apa.
Keteladanan itu pula yang membikin Haji Bur sukses membangun lebih dari 200 rumah dalam gerakan Barifola yang diinisiasi dirinya bersama Ikatan Keluarga Tidore. Burhan Abdurrahman berkisah ketika rumah pertama dibangun pada tahun 2008, ia telah datang lebih dulu di rumah yang menjadi sasaran pembangunan sebelum yang lain tiba tempat.
Disana ia bergerak memanggul kesiapan, menanti satu persatu orang datang untuk memulai kerja amal itu. Ia memberi dan menjadi contoh dengan terjun langsung dalam gerakan babari itu, mengangkat batu dan kayu, juga mencampur semen dan pasir.
Setidaknya itu yang ia tunjukkan, bahwa gerakan barifola sejatinya merupakan penerapan terbaik dari spirit gotong royong yang mulai tergerus nilainya. Di Barifola pula permadani silaturahmi dihamparkan. Orang bersatu padu dalam kerja, dalam keringat tertumpah dan tubuh-tubuh yang basah.
Lebih dari dua ratus rumah semenjak tahun 2008 yang telah dibangun adalah sebuah prestasi gemilang. Menyasar tanpa mengenal etnis dan agama telah memberi isyarat besar, bahwa organisasi paguyuban Tidore yang dipimpin Haji Bur tidak menonjolkan semangat primordial yang sempit, satu contoh terbaik penghargaan terhadap heterogenitas.
Kepada siapa rumah-rumah barifola itu dibangun..?. Kepada orang-orang susah. Itu pula yang membikin Haji Bur, IKT dan para mujahid barifola kuat melangkah. Doa-doa orang susah, tempat Haji Bur berdiri dan berpihak seolah mengalirkan cahaya didadanya, kebeningan di hati ikut pula membangkitkan asa, menerangi pikiran dan menyusupkan spirit membara dalam tindakan.
Dalam sebuah video Barifola di youtube, saya menyaksikan seorang lelaki senja di Mongoli Kepulauan Sula menangis terisak tepat di tempat Haji Bur duduk. Pria kurus ini tak kuasa menahan rasa haru bahagia setelah menerima kunci rumah Barifola.
Ia tak menyangka kepedihan yang menjeritnya selama ini mendapatkan keberkahan Tuhan yang dititipkan kepada para mujahid yang selama beberapa hari bekerja tanpa pamrih membangun rumahnya.
Haji Bur hari itu terlihat tenang, sembari menepuk punggung lelaki Mongoli itu, ia seperti memompa semangat dan martabat orang-orang susah bahwa ruang hidup untuk menjalani kehidupan yang lebih layak tak boleh tamat.
Entah seperti apa suasana batin Haji Bur kala itu, pun begitu terhadap ratusan wajah-wajah muram yang berubah bahagia tatkala rumah tak layak mereka dibikin layak oleh armada Barifola.
Barangkali disitulah ia merasakan arti kenikmatan hidup yang tertinggi sebagai insan kamil yang jalan hidupnya telah memberi kemanfaatan buat banyak orang, sebuah kepuasan yang tak bisa dibayar ketika menjadi bagian utama dari keceriaan orang-orang susah.
Haji Bur benar-benar telah menjiwai spirit kepemimpinannya sebagaimana ditulis mantan Kapolres Tidore dan Ternate, Azhari Juanda pada beranda facebooknya 5 Juli 2021“Ingatlah bahwa salah satu alasan mengapa Allah SWT membawa kita ke puncak kesuksesan adalah supaya kita bisa membungkuk dan mengangkat orang yang ada dibawah agar mereka memiliki kehidupan yang lebih baik”.
Pada titik itu, Haji Bur seperti membawa kita pada pakem kepemimpinan baru, “Memimpin itu adalah membuat bahagia orang-orang yang menderita”.
Jika ada yang bertanya, bagaimana itu bermula, salah satunya adalah karena do’a ibu. Haji Bur begitu dikenal sangat menghormati dan mencintai ibunya, Fatma Adjaran. Kecintaannya terhadap ibu serupa Uwais Al Qarni mencintai ibundanya.
Membaca “Haji Bur, sebuah Kisah” yang dinarasikan oleh A.Malik Ibrahim terutama dalam penggalan ceritra “sepatu rusak”, cukup meyakinkan saya bahwa sejak kecil, si sulung dari lima bersaudara itu telah mendidik jiwanya untuk sabar dan tidak menyusahkan orang, bahkan kepada orang tuanya.
Barangkali itulah mengapa jejak bae Haji Bur selalu dimudahkan, sebab taburan doa tanpa sekat yang melirih dari ibunda dan orang-orang susah terus menderma hidupnya. Sungguh, saya merasa teramat merugi belum banyak menyelami lekuk kisah kebaikannya.
Tak terkira, lambaian tangannya dari jendela mobil pada 12 Juni 2021 itu adalah lambaian terakhir yang saya lihat. Pada 4 Juli 2021, pria sederhana, cerdas dan bijaksana itu pergi menemui Tuhannnya dalam kesepian di Kota Makassar.
Duka menggelayut sukma, pemimpin hebat pelindung kaum susah itu telah pergi, ia memilih jalan sunyi, seolah tak ingin menyusahkan orang-orang karena kepergiannya.
Komentar