Jazirah Indonesia – Porsi ‘kue’ pembangunan seharusnya dapat dicicipi oleh semua kalangan.
Namun hal itu seakan belum dinikmati oleh warga Kelurahan Mafututu dan Jiko Cobo, Kecamatan Tidore Timur.
Mulai dari jaringan internet, akses jalan yang rusak, tak ada penerangan jalan umum, hingga penanganan sampah.
“Kami bicara sesuai fakta di lapangan,” ucap Koordinator Aksi dari Aliansi Solidaritas Tidore Timur, Dodi Latif, dalam aksi unjuk rasa di Kantor Wali Kota Tidore Kepulauan, Kamis (2/9/2021).
Dimulai dari jaringan internet. Sulitnya mengakses informasi, dinilai sangat berdampak pada aspek pendidikan.
“Di kelurahan kami terdapat 1 PAUD, 1 SMP berstatus akreditasi A, dan 1 SMA,” katanya.
Berlanjut pada infrastruktur jalan. Berdasarkan hasil survei mereka, terdapat 88 titik jalan yang berlubang atau rusak di Jiko Cobo.
“Bahkan ada satu jembatan di kawasan Cobo Pantai, yang sudah hampir 4 tahun tidak selesai proses pengaspalannya,” katanya.
Sedangkan di Mafututu, ditemukan 51 titik jalan yang rusak. “Jadi totalnya 139 titik,” katanya.
Kemudian masalah penerangan jalan umum. Sebelumnya, ada proyek dari pemerintah pusat terkait lampu jalan bertenaga surya.
“Tapi itu terhenti. Berdasarkan data yang kami peroleh, dua kelurahan ini masing-masing dapat jatah 200 titik lampu jalan,” katanya.
Persoalan terakhir adalah penanganan sampah. Untuk yang satu ini, pemerintah diminta segera memfasilitasi tempat penampungan sampah di setiap RT.
“Kemudian memfungsikan mobil pengangkut sampah di jalur Mafututu – Jiko Cobo,” pintanya.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen mengatakan, untuk tower internet bisa dibeli.
“Tapi sinyal siapa yang beli,” ucap Muhammad kepada Jazirah.id.
Sedangkan penerangan jalan umum, ia mengaku sudah mengusulkan. “Balai sudah survei. Tapi kan butuh waktu,” katanya.
Terkait kondisi jalan yang rusak, menurut dia, bukan kewenangan Pemkot Tidore Kepulauan.
“Kita harus koordinasi dengan balai, karena itu jalan nasional. Tapi bukan berarti tidak mau bikin,” katanya.
Sedangkan sampah, diakui Muhammad, bahwa itu menjadi tanggung jawab Pemkot Tidore. Tapi realisasinya ada pada pemerintah kelurahan.
“Karena lurah juga tidak pernah (laporkan) kan. Dari periode pertama kami sudah rapat dengan mereka,” katanya.
Misalnya, kata dia, ketika sampah ditampung di suatu tempat. Dari situ pihak kelurahan harus laporkan ke Dinas Lingkungan Hidup untuk diangkut.
Terkait armada sampah, menurut dia, bukan tidak beroperasi. “Ada jadwal, tidak setiap hari. Jadi masalah sampah ini harus ada kesadaran masyarakat,” pungkasnya.
Penulis : Nurkholis Lamaau
Editor : Nurkholis Lamaau
Komentar