Husain Alting: Jika Amandemen UUD 1945 untuk Elite, Sikap Saya Berbeda

Jazirah Indonesia – Wacana amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, memantik respon dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dari daerah pemilihan Provinsi Maluku Utara, Husain Alting Syah.

Bagi Sultan Tidore ke 37 ini, selama amandemen terbatas dilandasi pada kehendak rakyat Indonesia, dirinya tetap mendukung penuh.

“Tapi jika semangat amandemen untuk kepentingan elite tertentu atau partai tertentu, sikap saya akan sedikit berbeda,” tegas Husain kepada Jazirah Indonesia dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/9/2021).

Ia menuturkan, amandemen harus mencerminkan sikap dan keberpihakan pada kepentingan bangsa dan negara.

Sebab amandemen terbatas UUD 1945 bukan sekedar menjalankan tugas konstitusional, tapi lebih dari itu.

“Adalah keinginan bersama melakukan perubahan dan penguatan pada sistem pemerintahan, dan ketatanegaraan ke arah yang lebih baik,” ujarnya.

Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode Perlu Dikaji

Wacana masa jabatan Presiden RI yang diatur dalam pasal 7 UUD RI 1945 dari dua periode menjadi tiga periode, juga tak lepas dari sorotan Husain. “Itu perlu dikaji lebih jauh lagi.” ujarnya.

Misalnya, kata Husain, apakah perubahan masa jabatan presiden berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat, dan penyelenggaraan pemerintahan dijamin bersih dan bebas korupsi?

“Ataukah memberi ruang bagi oligarki, untuk menguasai kekuasaan dan pengelolaan sumber daya alam,” ucapnya.

Menurutnya, yang perlu didorong adalah pencalonan presiden dari jalur independent. Ini bertujuan untuk mengakomodir kepentingan setiap warga negara.

“Bahkan melalui jalur perseorangan, kita turut memberi ruang dan peluang bagi putra – putri terbaik anak bangsa, untuk menjadi pemimpin di negeri ini,” tuturnya.

Maka yang perlu didorong dalam amandemen ini, adalah mengatur kembali presidential treshold (ambang batas) partai dalam mencalonkan presiden.

Selain itu, wacana terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) perlu dikaji secara komprehensif, sehingga tak terkesan sebatas memperjuangkan kepentingan tertentu.

“Sebab, bangsa ini memiliki pengalaman panjang penerapan GBHN selama Orde  Baru berkuasa,” katanya.

Untuk itu, semangat menerapkan PPHN harus mampu menyelesaikan ketimpangan, menciptakan pemerataan dan memperkuat sistem pembangunan nasional yang berkelanjutan.

“Terpenting adalah pengawasan dan penegakkan aturan yang berlaku,” tegasnya.

Bagi dia, amandemen terbatas ini adalah kesempatan untuk kembali mengkaji kepentingan masyarakat di tingkat daerah, yakni pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi.

“Kita perlu menelah kembali implementasi otonomi daerah yang terkesan sangat sentralistik. Karena secara perlahan, kewenangan daerah mulai terkikis dan ditarik ke pusat,” ujarnya.

Termasuk mengkaji pengakuan atas daerah yang bersifat khusus dan istimewa, agar menghadirkan rasa keadilan terhadap daerah lain.

“Selaku anggota DPD RI, saya melihat peluang amandemen UUD 1945 sebagai langkah strategis memperkuat posisi DPD RI,” katanya.

Misalnya, penambahan ayat pada pasal 23, yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden. Dimana, apabila tidak sesuai dengan PPHN, maka kewenangan yang sama diberikan pula ke DPD RI.

“Karena menguatkan fungsi legislasi DPD RI menjadi sebuah keharusan dalam amandemen UUD 1945,” ucapnya.

Dimana, mendorong kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang-undang, yang dimulai dengan perencanaan, pembahasan, persetujuan dan pengambilan keputusan bersama antara DPD, DPR dan Pemerintah.

“Dengan demikian, check and balance antar lembaga dalam sistem demokrasi akan berlangsung baik,” katanya.

Selain itu, perlu penataan kelembagaan kekuasaan legislatif yang setara, sehingga dapat saling mengontrol dan mengimbangi antar DPD dan DPR.

“Saya berharap semangat amandemen terbatas UUD 1945 yang disampaikan Ketua MPR RI, Bambang Seosatyo saat sidang tahunan beberapa waktu lalu, tidak sekadar menyerap aspirasi elite, tapi juga warga dan stakeholder yang ada di negeri ini,” bebernya.

Selanjutnya tambah Husain, saran serta masukan dan pandangan dari kalangan intelektual atau cendikiawan, perlu menjadi pertimbangan dalam semangat amandemen terbatas.

Penulis: Nurkholis Lamaau

Editor: Nurkholis Lamauu

Komentar