Jazirah Indonesia – Menyikapi tingginya angka kemiskinan di dua kabupaten penghasil Tambang yakni Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, Lembaga Swadaya Masyarakat LESPERMATA melaksanakan Webinar guna mengajak stakeholder lainnya untuk memberikan perhatian khusus pada masalah tersebut.
Direktur LESPERMATA Masgul Abdullah menjelaskan, webinar tersebut melahirkan beberapa kesimpulan, namun yang patut disoroti adalah masalah kemiskinan.
Kemiskinan Kata Masgul, menjadi persoalan sosial yang krusial sehingga perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Oleh karena itu kolaborasi dan kerja sama yang serius menjadi kunci untuk pengentaskan kemiskinan di Maluku Utara.
“Kemiskinan ini persoalan sosial yang krusial, dibutuhkan kolaborasi semua pihak guna mengentaskan persoalan kemiskinan ini,” ujar Masgul.
Webinar yang berlangsung pada Sabtu 26 Maret yang lalu tersebut mengusung tema “ Investasi Tambang dan Pemberdayaan Komunitas Lokal untuk Menjawab Persoalan Kemiskinan” .
Webinar dipandu langsung oleh Direktur LESPERMATA dan menghadirkan empat narasumber yakni; Marwan Polisiri Kepala Biro Perekonomian Pemprov Malut, Sahril Thahir Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara, Arisyono Coorporate Social Responsibility PT Antam Tbk Maluku Utara dan Nurdin I Muhammad Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UBPN Malut.
Dr. Marwan Polisiri yang mengawali penyampaian dalam webinar ini memaparkan bahwa, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menunjukan tren positif sejak 2021 sampai triwulan I 2022.
Angka tersebut kata Marwan, tertinggi di Indonesia (16,40%), lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional 3,69%.
“Untuk tingkat inflasi tahun kalender Februari 2022 (Februari 2022 terhadap Desember 2021) sebesar -1,33 persen dan Tingkat dari Inflasi Tahun ke Tahun (Februari 2022 terhadap Februari 2021) sebesar 0,99 persen”, jelas Marwan.
Sedangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Maluku Utara lanjutnya, sampai tahun 2021 tumbuh sebanyak 105.430 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebesar 126.958 orang, jauh lebih tinggi dari sektor pertambangan.
Kendati itu kata Marwan, akibat Pandemi Covid-19, terjadi penurunan pertumbuhan yang cukup tajam pada sektor-sektor di mana banyak UMKM beraktivitas.
Namun, terjadi penurunan yang tajam UMKM pada sektor sektor pariwisata, industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran dan sektor penyediaan akomodasi dan kuliner”, paparnya.
Sahril Taher, Wakil Ketua DPRD Maluku Utara menyikapi tingginya angka kemiskinan di dua kabupaten tersebut, padahal kedua daerah ini adalah penghasil tambang terbesar di Maluku Utara, yaitu PT Antam Tbk dan PT IWIP.
Sahril menjelaskan, berdasarkan literatur yang ia baca, daerah-daerah penghasil tambang umumnya tidak memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Bahkan kata Sahril, kemiskinan cenderung meningkat setelah perusahaan tambang beroperasi atau pasca penambangan.
“Umumnya, pertambangan disuatu daerah tidak memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Yang terjadi justru kemiskinannya cenderung meningkat,” ungkap Sahril.
Menyikapi hal tersebut, Sahril meminta Antam yang saat ini beroperasi di Maluku Utara untuk melakukan sesuatu, agar masyarakat di Halmahera Timur tidak mengalami hal serupa.
Menurut Syahril, Antam perlu mensinkronisasi programnya dengan program pemerintah daerah agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Sahril mengusulkan agar Antam bisa melibatkan BUMDes di Halmahera Timur untuk pembinaan UMKM di desa.
Sementara CSR Manager PT Antam Tbk UBPN Maluku Utara Arisyono mengatakan, Antam dalam menjalankan program CSR nya selalu berpedoman pada aturan yang berlaku dan Roadmap PPM PT ANTAM Tbk UBPN MALUT Tahun 2019-2043.
Dalam Roadmap Progam Perberdayaan Masyarakat (PPM) tersebut kata Arisyono, terdapat lima tahap yakni tahap pertama, tahun 2019-2023 fokus pada Peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah, Penyediaan fasilitas kesehatan dasar dan Peningkatan Kapasitas dan Akses Peluang Usaha.
Tahap kedua, tahun 2024-2028 fokuus pada Inisiasi Pendidikan Vokasi, Peningkatan kesehatan ibu dan anak, Pengembangan perikanan tangkap dan budidaya pertanian.
Tahap ketiga tahun 2029-2033 fokus pada Pengembangan pendidikan vokasi berbasis industri, Pengembangan sanitasi berbasis masyarakat dan Pengembangan industri pengolahan hasil laut dan hasil pertanian.
Tahap ke empat 2034-2038, Antam fokus pada program Pengembangan SDM Berbasis Agro Industri, Peningkatan pola hidup bersih dan sehat dan Pengembangan Kewirausahaan berbasis ekonomi kreatif dan agro industri.
Sedangkan tahap ke lima, 2039-2043 PT Antam Tbk Maluku Utara akan fokus pada Penguatan SDM Berbasis Agro Industri, Penguatan kelembagaan sosial budaya lokal, Penguatan Industri berbasis ekonomi kreatif dan agro industri.
Dalam menjalankan Roadmap PPM tersebut lanjut Arisyono, Antam berfokus pada dua wilayah kecamatan yakni kecamatan Maba dan Kota Maba yang terdiri dari 16 desa.
Arisyono juga menyajikan realisasi program PPM PT Antam Tbk Maluku Utara yang sudah dan sedang dilaksanakan.
Program tersebut adalah Peningkatan akses kemandirian ekonomi melalui pengembangan Kopi Halmahera, Industri Kelapa Terpadu Pengolahan Kelapa Terpadu.
Kemudian, pada sektor pendidikan, Antam melakukan program Pemenuhan Pendidikan Dasar dan Menengah (School Development Program), Bantuan Pendidikan Tinggi (D3-S1).
Selain itu, Antam juga melakukan program Peningkatan Ketrampilan Masyarakat dan meningkatan kesehatan Ibu Anak, serta Pelestarian budaya dan mendukung sarana dan infrastruktur di pedesaan.
Menutup pemaparannya, Arisyono mengatakan pengelolaan sumberdaya mineral harus dijadikan modal bagi seluruh stakeholder untuk mengoptimalkan sumberdaya alam lainnya yang dimiliki sehingga pada saat pasca tambang, masyarakat dapat hidup sejahtera dan berkelanjutan.
Lanjutnya, perlu komitmen perusahaan dan seluruh stakeholder untuk melakukan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berkearifan lokal.
Sedangkan narasumber terakhir Nurdin I Muhammad (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Khairun Ternate) menyampaikan beberapa isu penting di Maluku Utara.
Misalnya, masalah investasi, menurut Nurdin besaran investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Malut tidak merata di seluruh kab/kota.
Dia menyebutkan, aliran PMA terbesar di Malut ada di Kabupaten Halmahera Tengah yakni mencapai 55,22 persen dari total PMA Malut.
Sementara, aliran PMDN terbesar di Malut ada di Kabupaten Halmahera Timur yang mencapai 64,6 persen dari total PMDN Malut.
Secara sektoral dikatakan Nurdin, investasi PMA terbesar pada sektor industri logam dasar serta pertambangan. Kemudian, investasi PMDN terbesar juga ada pada sektor pertambangan, kemudian diikuti oleh sektor perumahan, listrik, dan hotel.
Sedangkan tingkat kesejahteraan menurutnya, di kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Rill masih berada dibawah nasional dan sebagian besar kab/kota berada di bawah provinsi.
Dilihat dari rata-rata LPE selama tahun 2015 – 2020, rata-rata LPE provinsi berada di atas nasional, sementara kab/kota sebagian besar juga tumbuh di atas nasional.
Menurut Nurdin, capaian IPM Kabupaten/Kota Provinsi Malut cukup merata namun sebagian besar masih di bawah angka nasional.
Tingkat kemiskinan sebagian besar kab/kota di Malut masih di bawah angka nasional, kecuali Halmahera Timur dan Halmahera Tengah.
Tingkat pengangguran terbuka sebagian besar kab/kota di Malut berada di bawah angka nasional.
Meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi, namun hal ini berbanding terbalik dengan pendapatan perkapita di Maluku Utara yang relatif rendah terutama di Halmahera Tengah.
Nurdin menduga hal ini disebabkan oleh tenaga kerja yang bekerja di dua daerah tersebut tidak membelanjakan uangnya di sana, namun mengirim uang nya keluar, sehingga pergerakan uang keluar tidak bisa dihindari.
Ia menambahkan, fenomena kemiskinan di dkabupaten yakni Halmahera Tengah dan Halmahera Timur perlu disikapi dengan serius.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, sekitar 80 persen dari seluruh wilayah tambang di Indonesia berisiko terhadap ketahanan pangan dan berujung pada kemiskinan.
Tambang dianggap merusak potensi lahan untuk bercocok tanam karena mengkontaminasi air dalam tanah dan merusak kondisi lahan.
Hadirnya pertambangan menurunkan 50 persen produktivitas nelayan dan menurunkan 80 persen produktivitas petani.
Nurdin menambahkan, Pertambangan bahkan telah mengubah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dari sebelumnya nelayan menjadi masyarakat industri, sehingga terjadi Peralihan fungsi lahan secara massif.
Upaya mengatasi persoalan kemiskinan, khususnya di daerah lingkar tambang menurut Nurdin, Perlu dilakukan tiga hal, Pertama, Social Assistence, yakni memberdayakan ekonomi masyarakat dengan memberikan modal, bimbingan teknologi, dan pemasaran untuk memandirikan masyarakat.
Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat dengan peningkatan pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga memperkuat produktivitas dan daya saing.
Sedangkan yang ketiga, Community relation, membangun prasarana pendukung yang cukup dan mengatur kelembagaan yaitu kelembagaan pemerintah dan lembaga masyarakat.
Webinar yang dimulai pada pukul 14.30-18.00 ini berjalan lancar, Masgul menjelaskan bahwa pihaknya mengundang berbagai organisasi, baik Kepemudaan dan Kemahasiswaan serta organisasi lainnya untuk menjadi peserta kegiatan ini.
Selain undangan, panitia juga menyebar formulir online di media sosial. Dari lima pemateri yang diundang, salah satu diantaranya berhalangan hadir, yakni manager External Relations PT IWIP.
Sejak dibuka, peserta Webinar yang join tercatat lebih dari 60 akun dari berbagai latar belakang organisasi.
Komentar