Jazirah Indonesia – Wali Kota Tidore Kepulauan Capt Ali Ibrahim sekaligus ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Wilayah VI menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan, Selasa (28/6).
Dalam kesempatan itu, Ali Ibrahim menyampaikan keluhan-keluhan masyarakat Kelurahan Rum Balibunga, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan terkait adanya PLTU di Kelurahan Rum. Menurutnya, rata-rata wilayah kami perairan, kepulauan, sehingga terjadi pencemarannya cukup tinggi, terutama sampah yang banyak dan sangat mengganggu linggkungan.
Ali menjelaskan, PLTU ini melayani dua kota, Tidore Kepulauan dan Ternate. PLTU itu sudah beroperasi sejak 2016. Sehingga masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU sering terjadi pencemaran, karena cerobong asap sering bocor ditambah lagi mesinnya sudah tua.
“Masyarakat sering melakukan demo ke Pemkot Tidore Kepulauan dan kami juga sudah sosialisasi, kami juga sudah melakukan pertemuan dengan PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara. Masukkan dari masyarakat saat pertemuan terakhir pada Mei lalu, masyarakat meminta kepada pemerintah untuk menggantikan bahan bakar batu bara menjadi bahan bakar minyak atau solar,” kata Ali Ibrahim.
Sehingga, kata Ali, masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU, kesehatan terancam. Contoh kasus, pada 2020, pihaknya memindahkan SDN hampir 2 kilometer dari PLTU. Ali pun meminta kepada anggota DPR RI untuk mempertimbangkan.
“Pada RDP ini juga kami mengundang Komisi IV DPR RI berkenan melakukan kunjungan ke Tidore Kepulauan untuk melihat langsung keluhan-keluhan masyarakat terkait pencemaran PLTU, karena sudah mengganggu ekosistem, ekonomi, sosial, dan budaya sekitar,” tegasnya.
Usai rapat dengar pendapat tentang pencemaran dan kerusakan lingkungan, Wali Kota Tidore Kepulauan Capt Ali Ibrahim menerima pelakat dari Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Erma Rini.
Sementara, Ketua Apeksi Bima Arya mengatakan bahwa RDP dengan Komisi IV ini sangat penting, karena isu lingkungan ini mestinya mendapat atensi lebih. Pada Oktober 2021 ada survei Indikator Indonesia menyebutkan beberapa temuan yang menurut Bima sangat menarik.
“Generasi milenial saat ini peduli isu iklim, ini dahsyat, kami kaget melihat tren ini, mereka peduli isu iklim. Kita mendeteksi gerakan ini masih massif di kota-kota di Indonesia terhadap isu global warming,” ujarnya.
Menurut wali kota Bogor ini, kalau pemerintah Indonesia kurang peduli terhadap isu ini ditambah UU bertabrakan, sayang sekali, arus yang tidak nyambung. Tren global, tren internasional, anak-anak muda peduli lingkungan, tapi partainya bergerak ke mana.
“Ini menjadi koreksi kita sebagai sesama politisi partai. Ini merupakan problem serius. UU Cipta Kerja ini dari awal kami mengkritisi banyak sekali. Kami paham kalau UU Cipta Kerja targetnya itu ekonomi kreatif, tapi yang dikorbankan itu otonomi daerah dan lingkungan hidup. Ada tiga persoalan UU Cipta Kerja ini,” tegasnya.
Pertama, UU ini lebih rumit, lebih ribet, lebih bertahap dari sebelumnya. Kedua, UU ini sangat happy pada pengawasan. Tapi masalahnya, sistem pengawasannya belum siap, ini jadi persoalan. Ketika dimudahkan, tapi pengawasan tidak dikuatkan.
Ketiga, UU ini akan berjalan ketika sistem sudah terintregasi, nah ini belum. Kepala daerah di kota dan kabupaten juga sama, banyak perizinan yang terhambat.
Komentar