oleh

Hakekat Bahasa Menurut Akal Sehat Manusia Yang Bermula Dari Dikotomi Fisei dan Nomos

Oleh: Dr. Suddin M.Saleh Djumadil, S.S., M.Hum
(Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Khairun)

 

banner 1200x500

Pendahuluan 

Bahasa merupakan hasil rangkaian pikiran dan perasaan yang bersifat arbitrer, bermakna dan dibunyikan melalui alat artikulator manusia. Bahasa hanya dimiliki oleh manusia dan digunakan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan dalam bentuk oral misalnya melakukan dialog, berceramah, mengekspresikan puisi, bernyanyi,  berorasi, memberikan instruksi, dan dalam bentuk tulisan misalnya tulisan-tulisan pada prasasti, naskah, buku, novel, nota, surat, kwintasi, koran, majalah, makalah, jurnal, skripai, tesis, dan disertasi. Era milinium ini manusia menciptakan media elektronik mutakhir yang dapat mempercepat bahasa lisan dan tulisan. Bahasa termasuk bunyi suara yang muncul dari kumpulan simbol-simbol.

Sesuatu yang didengar atau ditangkap oleh alat pendengaran manusia disebut bunyi. Suara merupakan bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia seperti pada waktu bercakap-cakap, menyanyi, tertawa, dan menangis. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer. Bunyi, suara, dan bunyi bahasa adalah sesuatu yang ada karena hal itu dapat dialami oleh manusia. Alat pendengaran tidak dapat mengindra benda fisik seperti batu, tetapi hanyalah alat penglihatan mampu mengindrakannya. Sebaliknya, gemuruh benturan bebatuan tidak dapat ditangkap oleh alat penglihatan pada saat terjadi banjir bandang, tetapi hanyalah ditangkap oleh alat pendengaran.

Seseorang merasa aneh kalau ia menyatakan “Bunyinya sangat merdu ketika bernyanyi”. Oleh karena itu, seseorang sebaiknya menyatakan “Suaranya sangat merdu ketika bernyanyi”. Seseorang dapat menyatakan dalam bentuk frasa, misalnya ‘bunyi benturan bebatuan” dan sebaiknya tidak menyatakan “suara benturan bebatuan”.

Batu tidak memiliki mulut, bunyi benturan terjadi pada permukaan luar batu, dan batu tidak dapat bercakap-cakap, bernyanyi, dan tertawa. Seekor kambing mengeluarkan suara yang dapat didengar, seperti “meeeee”, suara semacam itu tidak dapat disebut bahasa atau tidak dapat dinyatakan bahwa kambing berbicara atau kambing dapat berbahasa.

Hal itu tidak logis bahwa kambing diajar mengeja, misalnya “m + e = me” lalu dikatakan bahwa kambing pandai berbicara. Hewan tidak memiliki bahasa, yang memiliki bahasa hanya manusia. Berbicara atau bercakap-cakap sesuai kaidah dan bermakna, itulah salah satu pengertian sederhana tentang bahasa. Hakekat bahasa telah jauh dibicarakan oleh manusia yang berakal sehat dan berbudi luhur. Sepanjang sejarah ilmu pengetahuan selalu bertolak dari para filsuf Yunani kuno. Kredibilitas dan apresiasi perlu dilegitimasi oleh ilmuwan kini bahwa cikal bakal pembicaraan hakekat bahasa bermula dari dikotomi fisei dan nomos.

Dikotomi Fisei dan Nomos

Di Yunani, para filsuf mulai bergeser perhatianya tentang alam ke pembicaraan tentang bahasa. Muncul pertanyaan filosofisnya apakah bahasa dikuasai oleh alam (nature = fisei) ataukah bersifat konvensi (nomos). Cratylus, seorang tokoh naturalis mengatakan bahwa semua kata pada umumnya mendekati benda yang ia tunjuk.

Dengan kata lain, ada hubungan antara komposisi bunyi dengan apa yang dimaksud. Plato berada pada kubu naturalis. Ia berpendapat bahwa semua bahasa berasal dari peniruan bunyi-bunyi berakhir dengan ejekan dan karikatur. Ia juga berpendapat bahwa bahasa pada hakekatnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (objek yang dituju) dan rhemata (objek yang diucap). Hermogenes, seorang tokoh aliran konvensional (nomos) berpendapat bahwa makna bahasa diperoleh dari hasil-hasil tradisi, kebiasaan-kebiasaan berupa ‘tacit agreement (penyebutan yang disetujui bersama atau tidak perlu dipermasalahkan lagi).

Para filosof memandang bahwa alam ini terstruktur atau teratur. Sehingga keteraturan itu dapat belaku pula pada bahasa. Perhatian terhadap bahasa terus berkembang. Muncul lagi dua aliran yakni analogi dan anomali kedua aliran itu saling berdebat tentang hakekat bahasa. Tokoh kaum analogi ialah Plato dan Aristoteles. Mereka berpandangan bahwa bahasa itu teratur dan disusun secara teratur pula.

Dari pandangan inilah dapat mewujudkan eksistensi struktur (structure), gramatika, logika, dan matematika. Sedangkan kaum anomalis mempunyai pandangan bahwa bentuk bentuk bahasa itu tidak teratur. Mereka memberikan contoh dengan pertanyaan dan pernyataan misalnya mengapa ada sinonimi dan homonimi, mengapa ada unsur kata yang disebut netral dan kalau bahasa itu konvensional semestinya kekacauan itu diperbaiki. Pandangan itu dapat dipahami bahwa bahasa bersifat arbitrer (sewenang-wenang).

Hakekat Bahasa di Era de Saussure dan Strukturalisme Amerika

Perhatian hakekat bahasa berfokus pada strukturalisme empirisme dan sebaiknya dikenal lebih dahulu seorang bernama Ferdinand de Saussure sebelum beranjak ke strukturalisme Amerika. De Saussure termasyhur sebagai Bapak strukturalisme. Ia berpandangan bahwa bahasa merupakan suatu bangunan dari unit-unit yang lebih kecil dan sampai yang terkecil misalnya kata, morfem, dan fonem.

Pandangan itu terus mengalir ke aliran yang disebut aliran Glosematik yang dikembangkan oleh Louis Hjemslev (1899-1965). Teori Glosematik menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan internal yang seluruhnya merupakan hubungan-hubungan fungsi atau serangkaian fungsi-fungsi. Aliran ini juga menggunakan metode logika formal bertujuan untuk menggambarkan struktur internal bahasa secara lengkap dengan sesederhana mungkin dan tanpa pertentangan.

Oleh karena itu bahasa dianggap sebagai suatu struktur berdasarkan kaidah formal. Kemudian, tokoh-tokoh seperti Schleiermecher, Dilthey, Heidegger, dan Gadamer telah mendapat kesulitan untuk menguak hakekat bahasa. Karena pemikiran mereka hanya terfokus pada makna bahasa yang penuh metafisis sehingga tidak bisa diterjemahkan ke dalam struktur ilmu bahasa yang realitas empiris.

Pemunculan aliran strukturalisme di bidang bahasa yang dikembangkan oleh Ferdinad de Saussure, bahasa bangkit dengan kokoh sebagai ilmu otonom, yang dikenal sebagai linguistik. Pandangan filosofis berkenaan dengan hakekat bahasa merupakan dasar ontologis dalam perkembangn ilmu bahasa modern. Konsep-konsep hakekat bahasa yang masih terus dipelajari dan dilegitimasi serta diaplikasi atau penggunaan kemutakhirannya di dunia pendidikan sampai era milinium ini, hal itu pertama perlu diuraikan pandangan de Saussure sebagai berikut.

Strukturalisme de Saussure

Mongin Ferdinad de Saussure (1857 – 1913). Ia dikenal sebagai Bapak linguistik modern dan pelopor strukturalisme. Ia   seorang tenaga pengajar yang mengajar bahasa Sanskerta, Gotik, Jerman Tinggi kuno dan linguistik komparatif di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris. Kemudian ia pindah di Jenewa dan meneruskan mengajar bahasa Sanskerta dan linguistik historis komparatif. Tiga seri materi kuliahnya tentang linguistik umum dikumpulkan oleh beberapa mahasiswa dan diterbitkan pada tahun 1916 berjudul Cours de Linguistique Generale (pengantar linguistik umum).

Langua merupakan keseluruhan sistem tanda digunakan oleh masyarakat pemakai sebagai alat komunikasi verbal. Kemudian, parole merupakan wujud konkret dari langua. Di dalam penelitian bahasa, parole dijadikan sebagai objek penelitian, bukan langua yang dimanfaatkan sebagai objek penelitian, karena karakteristik langua masih implisit.

Hubungan sintagmatik yakni hubungan yang bergayut pada unsur satu terhadap unsur lain dalam suatu ujaran. Hubungannya tersusun secara  linear dan berkesinambungan. Semua hierarki linguistik melibatkan hubungan sintagmatik itu. Hubungan asosiatif yakni kaitan elemen – elemen ujaran terhadap elemen –  elemen yang homogen di luar ujaran. Keterlibatan hubungan asosiatif ini juga terdapat pada semua tataran linguistik.

Hakekat tanda bahasa. Mula – mula ia memberikan istilah signe (tanda) untuk merepresentasikan keseluruhan objek yang dituju.anggapannya bahwa jika hanya istilah signe diberikan, masyarakat tidak akan memahaminya. Kemudian, ia memberikan dua istilah yakni signifie (penanda)  atau yang menandai dan signifiant (petanda) atau yang ditandai agar supaya menkonkretkan signe. Misalnya seseorang mendengar bunyi “arbor” ini ialah penanda atau makna, lalu susunan bunyi yang terdiri dari /a, r, b, o, r/ ialah petanda atau bentuk.

Bahasa dapat juga dikaji secara diakronis dan secara sinkronis. Saussure berpandangan bahwa analisis bahasa dengan jalan diakronis, yang dimaksud bahwa bahasa itu dikaji mengikuti perkembangan bahasa itu sendiri, mulai pada zaman sebelumnya sampai pada batas waktu yang telah di tentukan, bergantung pada waktu perkembangan fenomena kebahasaan. Sedangkan studi bahasa secara sinkronis yakni studi bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja. Yang kedua, pandangan kritik tentang hakekat bahasa dapat  disebut saja pandangan strukturalisme Amerika.

Bahasa Manusia Meurut Strukturalime Amerika

Pandangan hakekat bahasa terus mengalir ke para strukturaslime Amerika yang tokohnya, yakni Noam Chomsky dan Leonard Bloomfield. Pandangan Bloomfield bahwa bahasa sebagai suatu struktur empiris sampai pada tingkat yang terkecil yakni fonem. Chomsky tampil dengan pandangannya bahwa struktur kebahasaan itu sudah sebagai suatu teori yang menurunkan semua kalimat-kalimat gramatikal.

Pandangan Chomsky inilah dianggap sebagai sumber cikal bakal teori generatif. Upaya teori generatif menjelaskan unsur struktur yang jumlahnya terbatas dalam suatu bahasa dapat menghasilkan kalimat yang jumlahnya takterbatas. (Kaelan, 1998 dari Halliday, 1964:150). Hal itu berarti bahwa dengan satu kaidah dapat menghasilkan kalimat yang banyak.

Pemunculan strukturalisme di bidang bahasa sebagai reaksi terhadap ilmu bahasa tradisonal yang mendasarkan kepada tradisi bahasa Alexandrian yang meletakkan dasar ontologis bahasa pada hakekat makna yang sifatnya non-empiris. Kaum strukturalisme menyatakan bahwa hakekat bahasa ialah suatu struktur (form) yang sifatnya empiris.

Bahasa pada hakekatnya tidak memiliki hubungan dengan makna metafisik, dimensi psikologis baik secara realitas dunia maupun secara ide-ide. Aliran strukturalisme yang memproklamirkan sebagai mazhab linguistik modern sangat banyak pengikutnya, antara lain strukturalisme Amerika di bawah komando Leonard Bloomfield dan Noam Chomsky.

Kemudian, hal itu menjelang tidak lama, Chomsky berbalik pemikirannya dan mengembangkan mazhab sendiri yang dikenal dengan Generatif Transformasional (Transformation Generative). Ada juga beberapa aliran muncul misalnya mazhab Praha, Tagmemik, Taxonomi, dan Firthian. Beberpa mazhab itu belum sempat dibicaran lewat penulisan ini.

Kemudian ada aliran-aliran yang tidak sependapat dengan strukturalisme. Tokoh-tokohnya ialah Britton dan Morris. Kedua tokoh itu berpendapat bahwa hakekat bahasa tidak hanya sebagai struktur (form) melaikan juga mempunyai isi (content).

Hal ini berarti bahwa hakekat bahasa tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas mental manusia. Tokoh-tokoh lain misalnya Sapir dan Whorf menyatakan bahwa isi (content) bahasa yang mempengaruhi mental manusia. Trubetzkoy dan kawan-kawan dalam sealiran Praha menekankan bahwa bahasa sangat berkaitan erat dengan ekspresi. Dengan demikian suatu pandangan filosofis tentang bahasa yang merupakan dasar ontologis berkembangnya ilmu bahasa modern.

Leonard Bloomfield (1877 – 1949) terkenal sebagai penganut linguistik struktural di benua Amerika. Bukunya berjudul Language yang diterbitkan pada tahun 1933. Personalitas Bloomfield bisa dikenal lebih jauh. Bloomfield adalah kelahiran Jerman. Keahliannya dalam ilmu filologi, ia meninggalkan filologi gaya Eropa dan beralih pada gerakan linguistik Amerika yang dipelopori oleh Boas.

Pada tahun 1914 ia menerbitkan buku berjudul Introduction to the Science of Language. Buku ini ditulis sewaktu dia masih dipengaruhi psikologi klasik dari Wilhelm Wundt. Setelah ia meninggalkan tradisi filologi, ia pun menolak titik permulaan psikologi untuk memerikan bahasa. Menurutnya, hal penting memerikan bahasa adalah bukti-bukti material dan ujaran langsung.

Bloomfield memandang bahasa sebagai satu aktivitas manusia, maka studi tentang bahasa harus bertolak dari psikologi perilaku manusia (behavioris). Menurut Bloomfield bahwa tingkah laku manusia bisa diterangkan dan diperkirakan berdasarkan pada situasi-situasi bebas dari faktor-faktor internal. Ujaran bisa diterangkan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di lingkungan peristiwanya.

Pengikut Bloomfield menyebut pandangan itu sebagai teori mekanisme (mechanism = behaviorism). Mekanisme atau behaviorisme ialah studi bahasa perilaku manusia dalam situasi-situasi stimulus-respon yang teramati. Teori mekanisme ini pada gilirannya dikritik oleh pemikiran mentalisme Noam Chomsky dan para pengikutnya.

Selanjutnya, generatif trasforrmasional atau dapat disebut juga teori sintaksis tata bahasa generatif transformasional (dalam bahasa Inggris disebut Transformational Generative Grammar). Teori ini dikembangkan oleh Noam Chomsky yang juga hidup di daratan benua Amerika. Chomsky dilahirkan di Philadelphia tahun 1928. Ayah Chomsky seorang sarjana terkemuka, dan pengalaman Chomsky semasa kecil membantu mengoreksi buku ayahnya dalam bahasa Hebrew.

Sebagai salah satu gambaran yang disarankan bahwa linguistik mungkin sesuai dengan keintelektualannya. Sebagai seorang mahasiswa pada Universitas Pennsylvania, ia menekuni Ilmu Linguistik sambil membagi pandangan – pandangan politik yang radikal dengan Zellig Haris yang mengajar di sana. Mata kuliah lain yang ditekuni Chomsky adalah Matematika dan Filsafat. Pada permulaan tahun 1950 – an Chomsky telah meyibuk dengan karya penelitiannya sebagai Anggota Yunior dalam bidang Filsafat di Harvard di mana Roman Jakobson juga sedang mengajar di sana. Pada tahun 1953 Chomsky diberi tugas untuk mengajar pada Institute Teknologi Massachusetts.

Chomsky (1975:4) dalam (A.C. Alwasilah, 2011:9) mengatakan “Bahasa merupakan cermin pikiran dalam arti yang dalam dan penting. Ia merupakan produk intelegensi manusia, dibuat baru lagi oleh individu dengan operasi-operasi yang sungguh di luar jangkauan keinginan atau kesadaran. Chomsky (1972:103) menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seseorang mempelajari bahasa.

Ciri-ciri inheren dari pikiran manusia dapat diketahui setelah menelaah bahasa secara rinci. Dengan kata lain, ia dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa .Istilah struktur batin dikembang oleh Chomsky adalah untuk merujuk kepada representasi mental yang mendasari suatu ujaran.

Menurut Chomsky (1972a:16), konsep struktur batin dan struktur lahir dapat ditelusuri kembali kepada tata bahasa Port-Royal. Menurut teori Port-Royal, struktur lahir barsesuaian dengan bunyi, yaitu aspek fisik bahasa tetapi ketika sinyal dihasilkan dengan struktur lahirnya maka di situ berlangsung analisis mental yang sesuai dengan apa yang kita sebut dengan struktur batin, yaitu struktur formal yang menghubungkan secara langsung bukan kepada bunyi, melainkan kepada makna.

Kaidah struktur frasa adalah serangkaian pernyataan yang menjelaskan antara lain, urutan unsur-unsur yang mungkin dalam suatu kalimat atau kelompok kata. Brorwn dan Miller (1982:15,16) dalam Ba’dulu dan Herman  2005:72) menyatakan bahwa ada dua jenis kaidah struktur frasa yakni kaidah struktur frasa bebas konteks dan kaidah struktur frasa sensetif konteks.

Contoh KSF bebas konteks  X  →  Y. dan contoh KSF sensetif konteks X  → Y/ ― Z. Menurut Crystal (dalam Ba’dulu dan Herman 200 :75) pemarkah frasa adalah istilah yang digunakan dalam linguistik generatif untuk menunjuk kepada representasi struktur kalimat dalam kaitannya dengan kurung berlabel, sebagaimana diberikan oleh kaidah-kaidah tata bahasa. Pemarkah frasa secara eksplisit menjelaskan struktur hierarkis kalimat pada berbagai tingkatan derivasinya, dan menganalisisnya menjadi gugus morfem atau formatif yang linear. Pemarkah frasa biasanya disajikan dalam bentuk diagram pohon.

Menurut Chomsky (1965:3-9), Generatif Transformational adalah teori tentang kompetensi. Chomsky membedakan antara kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan penutur asli mengenai bahasanya, yaitu sistem kaidah yang telah dikuasainya sehingga ia mampu menghasilkan dan  memahami sejumlah kalimat yang terbatas, serta mengenal kesalahan-kesalahan dan ambiguitas-ambiguitas gramatikal.

Hal yang berkenaan dengan performansi adalah penggunaan bahasa yang sesungguhnya oleh penutur asli dalam situasi nyata. Dengan kata lain performansi linguistik adalah ketrampilan seseorang dalam menggunakan bahasa. Teori linguistik bersifat mentalistik karena teori ini berusaha menemukan realitas mental yang mendasari tingkah laku yang sesungguhnya. Performansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan karena rekaman dari bahasa lisan yang alamiah menunjukkan awal yang salah, penyimpangan dari kaidah, perubahan rencana sementara pembicaraan berlangsung dsb.

Selanjutnya, linguistik adalah telaah kompetensi. Objek sesungguhnya dari telaah linguistik adalah masyarakat yang homogen yang di dalamnya semua orang menggunakan bahasa yang sama serta mempelajari bahasa itu secara wajar. Data linguistik bukanlah ujaran oleh individu yang harus ditelaah, melainkan intuisinya tentang bahasanya, utamanya pertimbangannya menyangkut kalimat mana yang gramatikal dan yang mana yang tidak gramatikal.

Penutup

Secara spekulatif, pada mulanya bahasa adalah penyebutan tentang sesuatu yang realitas dengan referennya. Seseorang mempersepsikan benda angkasa yang cahayanya lebih terang dari cahaya-cahaya benda lain pada malam hari lalu disebut ‘bulan’. Kemudian, ada pertanyaan “Yang mana bulan itu? atau Di mana bulan itu? atau juga pertanyaan seperti “Bulan itu apa?. Jawabannya  hanya menunjuk dengan jari telunjuk ke benda angkasa yang dimaksud itu. Jadi, bahasa adalah hubungan penyebutan dengan benda yang dituju.

Manusia memiliki artikulator, paru-paru memompa udara dan udara keluar melalui rongga mulut, ada yang mendapat hambatan pada alat ucap sehingga menghasilkan simbol atau sekumpulan simbol yang diwujudkan berupa bunyi. Artikulator manusia bergerak atau berkerja dengan cepat, hal itu akan menghasilkan sekumpulan simbol. Coba mewujudkan bunyi “bukit”, realitas bunyi “bukit” adalah sekumpulan simbol. Secara kebahasaan, simbol dapat berupa fonem dan dapat juga berupa kata. Dengan demikian, hal yang perlu dilegitimasi bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer.

Segmen ujaran manusia berupa kata, frasa dan kalimat terjadi dalam suatu peristiwa tutur merupakan refleksi pikirannya. Hal itu berarti bahwa segmen ujaran tersebut adalah format akal secara sistematis yang terefleksi. Oleh karena itu, bahasa ialah cermin pikiran manusia. Penulisan ini masih banyak kekurangannya. Semoga upaya perbaikan, kritik, dan saran sangat diharapkan. Demikian ulasan sepintas mengenai hakekat bahasa dengan harapan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati bahasa serta para mahasiswa yang mengambil bidang ilmu kebahasaan.

Komentar