Pemuda Dan Pemilu

Oleh : Risman Tidore*
(Wakil Sekretaris ICMI Kota Tidore Kepulauan)

Demokrasi dari, Oleh dan untuk Rakyat atau “Democracy mean the rule of the people, for the people and by the people” merupakan sebuah ungkapan politik yang paling fenomenal dan membuming dari seorang mantan presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln.

Di Indonesia, demokrasi elektoral atau yang disebut pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Proses demokrasi yang bertujuan untuk melegitimasi para calon pemimpin di legislatif dan eksekutif tersebut kini tengah dalam tahapan penyelenggaraan sembari mengupayakan peningkatan kualitas guna menjamin serta menjaga konsistensi pengaturan sistem pemilihan umum.

Dan menjadi keniscayaan bahwa Pemilu dari waktu ke waktu terus menjadi panggungnya para pemuda dalam menentukan pemimpin nasional dan arah Indonesia masa depan. Hal ini karena mereka yang masuk generasi Z akan bertindak sebagai pemilih mayoritas. Bersama dengan generasi milenial, generasi Z memperoleh porsi terbesar dari daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 dengan persentase 55% sekitar 114 juta pemilih keseluruhan DPT. Adanya bonus demografi di satu sisi membuat suara pemuda jelas dianggap sangat menentukan dalam Pemilu 2024.

Untuk menjaga konsistensi penyelenggaraan pemilu agar berjalan secara sesuai aturan main demokrasi, semua elemen bangsa terutama kaum muda Indonesia perlu mengambil bagian terpenting dari momentum krusial tersebut dengan semangat memperbaiki masa depan bangsa terlebih, memberi penguatan terhadap agenda konsolidasi demokrasi Indonesia terutama demokrasi elektoral.

Momentum pemilu 2024 juga seyogianya mendorong para pemuda untuk berkiprah melalui peran aktifnya di lapangan. Pemuda perlu ambil bagian dalam perannya untuk menciptakan dan mensukseskan hajat demokrasi yang sehat dan berkualitas sehingga sejalan dengan amanah konstitusi yakni Pemilu dilaksanakan secara langsung umum bebas, rahasia, jujur dan adil.

Pengawal Demokrasi Elektoral

Catatan jelang pemilu serentak 2024 yang dibaca saat ini merupakan suatu dialektika akal dan suara hati yang terus-menerus digaungkan setidaknya ada tahapan maju (progresifitas) masyarakat dalam politik. Kesantunan berdemokrasi dan kejujuran dalam berpolitik merupakan harapan semua pihak yang harus digapai dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas.

Memang kontestasi demokrasi prosedural sedang dalam penguatan dan pemantapan kala memasuki tahapan rezim pemilu serentak pilpres dan pileg 2024, namun memastikan harapan untuk kemajuan bangsa 5 tahun kini menjadi perhatian serius oleh berbagai pihak (stakeholder).

Harapan akan pemilu berkualitas terpenuhi bila semua komponen didik secara cerdas. Gerakan pemuda dalam mengawal Pemilu 2024 merupakan suatu upaya koreksi sekaligus proteksi kaum muda sebagai entitas pembaharuan terhadap kontes politik demokras elektoral. Dari aspek yuridis hampir tak ada cela untuk diinterupsi. Tetapi dari sisi praktek masih terdapat bebagai tantangan dan problem bahkan praktek kecurangan pun selalu mudah mendapatkan jalannya, bak air hujan yang tak sulit menemukan lubang atap.

Peran aktif pengawal Pemilu hari ini mungkin tak cukup melawan derasnya kecurangan tetapi dapat dibilang akan menjadi wadah yang dapat menadah derasnya air hujan agar tak menimbulkan becek ke mana-mana.

Proses demokrasi elektoral rentan menyisakan persoalan seperti penyebaran berita bohong atau hoax yang perlu dicegah. Kampanye negatif yang dapat menjelma jadi kampanye hitam (black campaign) jika tidak dibarengi data, berita bohong, bahkan dibumbui kata-kata yang kurang santun, yang pada akhirnya memantik perselisihan/konflik.

Dari berbagai fenomena dan realitas politik diatas, peran pemuda menjadi sangat penting
dalam agenda suksesi sirkulasi elit lima (5) tahunan tersebut. Dalam gelanggang strata sosial, posisi kaum muda diklaim sebagai kelas pembaharu. Tanpa kehadiran kelas pembaharu dalam proses demokratisasi, dinamika perubahan zaman akan berjalan tanpa sukma keadilan.

Penguatan kelembagaan demokratis dan pembagian sumber daya politik melalui emansipasi rakyat dalam suksesi pemilu adalah pilihan model perjuangan pemuda yang relevan untuk dilaksanakan kini.

Dengan momentum pemilu yang kini tengah berjalan, saatnya mobilitas pemuda dikembalikan di tengah-tengah proses politik elektoral dalam hal ini pemuda dapat bekerja memperkuat basis performa masyarakat ditengah problem kepemiluan yang masih digerogoti oleh masifnya issue SARA dan berita hoax yang berimplikasi pada terjadinya polarisasi politik yang cenderung memecah belah masyarakat.

Upaya mobilitas pemuda sebagai kelas pambaharu dalam pemilu dapat teraktualisasi dengan melibatkan diri menjadi bagian dari penyelenggara pemilu. Mulai dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Juga pada bagian pengawasan bisa menjadi Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) hingga Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam).

Disamping sebagai penyelenggara pemilu, kaum muda juga bisa turut serta dalam gerakan Sadar Pemilu sebagaimana institusi non pemerintah yang konsen terhadap issue politik dan demokrasasi seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati demokrasi dan pemantau pemilu. Dengan demikian, mobilisasi perjuangan kaum pemuda diharapkan menjadi salah satu simpul kritis dalam upaya konsolidasi dan penguatan demokrasi-dimana kekuatan moral dan intelektual pemuda menjadi pasokan utama.

Kesimbangan moral dan intelektual sebagai paasion gerakan pembaharuan kaum muda dalam suksesi pemilu adalah kekuatan idealisme yang paling mahal selain berperan sebagai pendorong dan pengawal tegaknya demokratisasi, aktualisasi nilai moral dan intelektual kaum muda bisa dijewantahkan melalui keteribatan pemuda yang sadar pemilu melalui literasi politik yang cerdas tentunya akan menghasilkan pemilih pemula yang paham akan perannya.

Ada dua peran yang bisa dimainkan oleh para pemilih pemula, pertama mereka bisa mengawal jalannya pemilu dengan turut aktif mengedukasi orang sekitar tentang, hoaks, disinformasi dan misinformasi serta aktif terlibat melaporkan konten berbahaya. Yang kedua, mengawal seluruh tahapan pemilu yang diselenggarakan oleh KPU seperti memastikan masyarakat terdaftar sebagai pemilih di DPT, mengawasi kampanye peserta calon, proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS hingga rekapitulasi suara di setiap tingkatan.

Jadi bisa dikatakan, proses demokrasi elektoral tidak bisa bekerja sendiri tanpa partisipasi kaum pemuda. Negara melalui penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu membutuhkan bantuan pemuda untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam mengawal jalannya pemilu 2024 tentunya dengan menggaungkan pentingnya pendidikan politik dan literasi pemilu.

Dengan demikian, semakin tinggi partisipasi pemuda semakin memperkuat nilai dan etos demokrasi bekerja. Partisipasi pemuda dalam pesta demokrasi harus terus digalang dengan aktif berkolaborasi dengan berbagai pihak (stakeholder) guna memastikan pemilu berjalan sesuai prinsip dan asas demokrasi yakni pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil.

Apapun kondisinya, partisipasi pemuda dalam suksesi pemilu menjadi urgent. Bahkan posisi kaum muda bisa menjadi solusi atas berbagai problem demokrasi elektoral hari ini. Dengan bermodalkan kekuatan moral dan intelektual, posisi pemuda diyakini mampu menjaga kewarasan publik dalam berdemokrasi.

Begitupun sebaliknya, jika pemuda minus base moral dan intelektual maka, sudah tentu penyakit pragmatisme akan menyelimuti diri dan cenderung berorientasi pada mainan transaksional sebab apapun keadaannya Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda. “Tan Malaka”

*Selamat Hari Sumpah Pemuda!*