Pinjaman Kata Dalam Bahasa Tidore

Dr. Suddin M.Saleh Djumadil, S.S, M.Hum.
(Dosen pada Program Studi Sastra Inggris, FIB Universitas Khairun)
Udinmsaldju79@gmail.com

 

Suatu kelompok masyarakat tutur, para penutur biasanya menggunakan bahasa aslinya (native language) sendiri ketika bertutur dengan mitra tuturnya. Jadi, setiap hari terjadi jalinan komunikasi, kata-kata yang diucapkan tidak semuanya tulen karena sebagiannya lagi kedengaran berupa pinjaman, hal itu tampaknya tidak disadari oleh para penutur dan mitra tutur. Peristiwa semacam ini mungkin berlaku secara universal pada masyarakat tutur di jagat raya.

Keragaman suku bangsa, budaya dan bahasa merupakan suatu entitas yang eksis di dalam ruang dan waktu. Roda zaman pun terus begulir, interaksi dan komunikasi antar suku bangsa bertambah luas. Bangsa-bangsa lain mulai menjelajahi daerah-daerah baru, kemudian mereka bercokol dan melakukan kontak bahasa dengan penduduk pribumi setempat. Penutur dan mitra tutur saling mentransferkan kata-kata dengan interpretasi pemahaman makananya dan saling menyesuaikan unsur-unsur bahasa secara konstruktif.

Penggalan-penggalan bahasa yang diekspresikan lambat laun mulai saling mempengaruhi, menerima, dan saling menggunakannya, lalu dari situlah bahasa dirasa sebagai alih kode (code switching), campur kode (code mixing), pinjaman bahasa (language borrowing). Bahkan tuturan dapat juga dirasa sebagai bilingual dan multilingual, apabila penutur mampu berbahasa semuanya.

Penulisan ini, pinjaman kata dapat dibicarakan dan hanya dikhususkan pada kata-kata bahasa Tidore. Sebelum pinjaman kata dibicarakan lebih jauh, pandangan Haugen dan Weinreich tentang pinjaman bahasa dapat diuraikan secara singkat dengan maksud untuk mendukung topik pembicaraan dalam penulisan ini

Haugen (1950) memberikan pengertian bahwa pinjaman bahasa sebagai reproduksi yang dibangun oleh seorang penutur dari pola-pola dan bentuk-bentuk yang diekspresikan oleh mitra tutur. Weinreich (1953) menggunakan istilah interferensi, Ia mendefinisikan interferensi sebagai pemisalan penyimpangan norma-norma bahasa lain yang muncul dalam tuturan  bilingual atau dwibahasa sebagai hasil dari perilaku keakraban satu bahasa atau lebih (Salem, 2015).

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian interferensi secara linguistik adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Weinreich membagi pinjaman bahasa atas dua jenis. Pertama, penutur mentransferkan unsur-unsur bahasa, misalnya pinjaman leksikon. Kedua, penutur memindahkan unsur-unsur secara struktural. Pinjaman bahasa merupakan salah satu fenomena kontak bahasa, eksistensi kontak bahasa dapat berkenaan dengan peristiwa historis, yakni sejarah kedatangan suatu suku bangsa ke wilayah suku bangsa lain pada masa lampau.

Dari peristiwa tersebut di atas, pulau Tidore pernah bercokol beberapa suku bangsa, misalnya suku bangsa Tionghoa, Arab, Portugis, Spanyol, Belanda, dan suku bangsa Jepang. Eksistensi bangsa-bangsa tersebut, hal itu terjadi hubungan kontak bahasa dengan masyarakat bahasa Tidore.  Kelompok kedatangan orang-orang asing seperti bangsa Arab yang telah lama hidup di kepulauan Nusantara pada umumnya dan pulau Tidore pada khususnya diperkirakan sejak masuknya agama islam pada abad ke-12, kemudian disusul oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 yang menduduki kepulauan Nusantara selama 350 tahun.

Konsekuensi dari kedatangan bangsa asing tersebut, orang-orang Arab dan Belanda banyak mentransferkan kosa katanya ke dalam bahasa-bahasa Nusantara dan juga ke dalam bahasa Tidore. Beberapa kata dari bahasa-bahasa Asing meminjamkan ke dalam bahasa Tidore, dapat diidentifikasikan berikut ini.

Bahasa Arab meminjamkan ke dalam bahasa Tidore

Nama Panggilan/Sapaan

Nama hari

Bahasa Belanda meminjamkan ke dalam bahasa Tidore

Bahasa Inggris meminjamkan ke dalam bahasa Tidore

Kata-kata bahasa Tidore yang diadopsi dari bahasa Arab berkategori nomina, misalnya rejeki, Hasan, kuran, Senen, Rabo dan lain-lain yang asal kata dari bahasa Arab yakni rizqi, Hasan, ithnayn, arbbaea, dan verba, misalya sau yang asal kata dari bahasa Arab yakni saum. Kata-kata bahasa Tidore yang diadopsi dari bahasa Belanda berkategori adjektiva, missal fol dan neces yang asalnya dari bahasa belanda, yakni  vol dan netjes, yang berkategori verba, misalnya klar, asalnya dari bahasa Belanda, yakni klaar dan berkategori nomina, misalnya buk, handuk, bangko, fis dan lain-lain yang masing-masing asalnya dari bahasa Belanda, yakni boek, handoek, benk, fiets.

Selanjutnya, penggalan bahasa yang diterima oleh penutur lokal dari bahasa peralihan berupa leksikon tidak semua berkonstruksi secara utuh, baik pada aspek ortografi maupun pelafalan. Dengan kata lain, konstruksi kata dapat ditambah atau dikurangi dan tentu saja dapat berpengaruh pada bunyi pelafalan. Hal itu dapat dicermati pada konstruksi bahasa Tidore, misalnya lampu dan bangko berasal dari bahasa Belanda lamp dan benk, konstruksi bahasa Tidore dalam nama hari, misalnya Salasa dan Rabo berasal dari bahasa Arab yaitu Thulatha dan Arbbaea. Konstruksi kata-kata dalam bahasa Tidore seperti galas, speker, topi, berasal dari bahasa Inggris, yaitu glass, speaker, dan top.

Sebagai epilog dari penulisan artikel ini, kata-kata pinjaman bahasa Tidore telah disinggung oleh van Staden, M. dalam artikelnya berjudul The body and its parts in Tidore, a Papuan language of Easten Indonesia tahun 2005. Beliau mendeskripsikan istilah unsur-unsur tubuh manusia dan ada beberapa istilah yang tidak didapat di dalam bahasa Tidore karena itu merupakan pinjaman dari original bahasa Arab, yaitu kata mayet atau biasa disebut mayeti, gia masahadat = jari telunjuk, dan gia maistinja = jari manis. Melalui artikel ini, penulis membahas pinjaman kata dalam bahasa Tidore secara singkat dan sesuai dengan tuturan-tuturan yang terjadi dalam interaksi komunikasi pada saat percakapan di lingkungan masyarakat pengguna bahasa Tidore itu sendiri.

Istilah-istilah bahasa Tidore tidak hanya berasal dari bahasa Arab, akan tetapi itu juga berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Inggris dan bahkan mungkin banyak diadopsi dari bahasa-bahasa Nusantara terutama bahasa Melayu. Peraliahan leksikon dari bahasa Asing ke dalam bahasa Tidore yang digunakan oleh penutur lokal, kebanyakn tidak sempurna dari aspek konstruksi baik ortografinya maupun pelafalan.

 

Referensi:
Essa J. A. Salem. 2015 Loan words in Jordanian Arabic A thesis submitted to the University of
Manchester
Haugen, E. (1950). The analysis of linguistic borrowing. Language
Weinreich, U. (1953). Languages in contact. The Hague: Mouton.