Jazirah Indonesia – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) kantor perwakilan Maluku Utara (Malut) menilai respon pemerintah daerah provinsi untuk menindaklanjuti rekomendasi temuan lembaga audit tersebut masih rendah.
Kepala BPK perwakilan Maluku Utara, Marius Sirumapea menyebutkan, nilai respon Pemprov Malut atas temuan yang direkomendasikan itu pada angka 66 persen. Angka ini terbilang rendah dari standar Nasional yaitu 75 persen.
“Faktanya masih banyak yang belum ditindaklanjuti, itu kita temukan dalam laporan keuangan tahun kemarin. Berdasarkan data tersebut Pemprov Maluku Utara yang paling rendah,” ungkap Marius usai Entry meeting bersama Pj Gubernur dan jajarannya di Hotel Chrysant Ternate, Jumat (13/8/2024).
Menurut Marius, lambatnya respon pemerintah provinsi atas tindak lanjut temuan BPK disebabkan beberapa faktor di antaranya, gonta-ganti pimpinan OPD, banyak data yang tercecer, ditambah tidak tertatanya data-data yang diminta.
Dalam wawancara terpisah, Pj Gubernur Maluku Utara Samsudin Abdul Kadir juga mengakui hal tersebut. Menurutnya, respon tindak lanjut temuan BPK itu disebabkan karena terkendala realisasi kegiatan yang sumber anggarannya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Karena untuk tahun ini Pemprov lebih memfokuskan pada pembayaran utang. Memang sebagian proyek baru bergerak pada Mei 2024, kalau penyerapan cukup tinggi, tapi di kas sudah habis dan bahkan sebagian proyek yang belum bisa kita bayar,” terang Pj Gubernur.
Meski demikian Pj Gubernur berjanji akan membenahi masalah ini sehingga kedepan rating penilaian meningkat.
Adapun entry meeting BPK dengan Pemprov Maluku Utara pada Jumat (13/9) menyasar belanja daerah tahun 2023 dan 2024 untuk audit pendahuluan, dimana BPK memeriksa SPM kegiatan/program dan progresnya termasuk volume kuantitas serta kualitas pekerjaan yang sudah dianggarkan.