Cerita Jaksa Usut Kasus Korupsi Bantuan DID di Dinas Pertanian Kota Tidore Tahun 2020

Jazirah Indonesia – Kasus korupsi bantuan peningkatan usaha produksi pertanian dari dana insentif daerah (DID) tahap II di Dinas Pertanian Kota Tidore Kepulauan tahun 2020, telah diputuskan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Ternate pada Selasa (12/11/2024).

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan, Alexander Maradentua mengatakan, kasus bantuan DID tahap II mulai diusut pihaknya setelah memperoleh informasi pada tahun 2022, kemudian dilakukan permintaan klarifikasi dari para petani penerima bantuan.

Dalam pengusutan tersebut, pihak jaksa menemukan dugaan praktik korupsi setelah dana bantuan sebesar Rp2,1 miliar ditransfer ke rekening 77 kelompok tani yang beranggotakan 1.109 orang petani.

“Jadi bantuan tersebut itu merupakan uang sebanyak Rp1.900.000 per petani, seharusnya tunai,” ujar Alex bersama Kepala Kejati Soasio Tidore, Widi Trismono dalam keterangan pers, Rabu (13/11/2024).

Menurutnya, dalam petunjuk teknis (Juknis) yang dikeluarkan Wali Kota Tidore Kepulauan tahun 2020, bantuan tersebut untuk kebutuhan petani di tengah-tengah situasi pandemi Covid-19.

“Nanti uang tersebut terserah petani mau membelanjakan seperti apa. Untuk pertanian kah, atau untuk menunjang kehidupan petani. Juknisnya seperti itu,” katanya.

Namun berdasarkan fakta yang ditemukan kata Alexander, Kepala Dinas Pertanian, Imran Yasin memerintahkan kepada kelompok tani di kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan untuk mentransfer uang ke rekening Nuraksar Kodja yang merupakan pemilik toko tani Rana Sejati di kelurahan Ome, kecamatan Tidore Utara.

Disebutkan, Nuraksar Kodja sendiri masih memiliki hubungun keluarga dengan Imran Yasin.

Menurutnya, sebanyak 44 kelompok tani di daratan Oba melakukan transfer uang ke rekening pribadi Nuraksar Kodja dengan jumlah bervariasi.

“Nilai yang ditransfer beragam, mulai dari yang terkecil Rp12.168.000 sampai Rp33.800.000,” ungkap Alex, sapaan Alexander Maradentua.

Total jumlah uang yang ditransfer 44 kelompok tani ke rekening Nuraksar Kodja tersebut sebesar Rp711.296.000. “Dan ini menyalahi prosedur,” katanya.

Berdasarkan penelusuran penyidik kejaksaan, praktek korupsi itu dikemas dengan administrasi yang rapi dalam bentuk kerja sama antara pihak penerima bantuan dengan toko tani Rana Sejati.

“Tetapi dikemas dengan administrasi secara rapi, itu ada rencana usulan kelompok, surat pernyataan kerja sama, surat pemanfaatan dana, yang ditandatangani oleh petani yang menyatakan dia (petani) bekerja sama dengan Nuraksar Kodja,” paparnya.

Namun nyatanya kata Alex, tidak pernah ada jalinan kerja sama antara 1.109 petani dengan 1 toko tani di Kota Tidore yaitu yang dimiliki Nuraksar Kodja.

Padahal kata dia, banyak toko pertanian yang ada di Kota Tidore Kepulauan, namun kenapa hanya toko tani Rana Sejati saja yang dijadikan tempat untuk petani penerima bantuan membelanjakan bahan pertanian.

“Petani tersebut pun tidak pernah melakukan kerja sama tapi dituangkan dalam dokumen tadi. Karena bentuk seolah-olah itu betul (kerja sama), tapi faktanya itu tidak seperti itu,” jelasnya.

Hal itu terungkap saat proses penyidikan, dimana para petani penerima bantuan mengaku menandatangani dokumen kerja sama, akan tetapi para petani tidak mengetahui pasti maksud dari tanda tangan itu.

“Kami datangi 1 per satu petani, betul tidak di tanda tangan? betul ditandatangani. Kenapa ditandatangani karena ketidaktahuan mereka,” katanya.

Adapun barang yang disediakan oleh toko tani Rana Sejati untuk petani penerima bantuan terdiri dari hand sprayer, biotani dan pestisida nabati.

Barang-barang tersebut kata Alex, sebenarnya tidak disediakan oleh toko tani Rana Sejati, melainkan dipesan lebih dulu oleh Imran Yasin dari distributor di Manado dan Makassar.

“Itu kita tunjukan dalam persidangan, dan kesaksiannya pun dihadirkan di persidangan, didengarkan kesaksiannya. Dengan bukti-bukti yang kita peroleh itu ada invoicenya, barang-barang tersebut harganya tidak sesuai,” ungkapnya.

Untuk barang yang dipesan dari toko tani di Manado, Sulawesi utara sebanyak 1.100 unit hand sprayer dengan harga Rp380 ribu per unit.

Tetapi nilai yang dibeli petani dari toko tani Rana Sejati itu sebesar Rp600 ribu per 1 unit hand sprayer. Angka itu tertera dalam nota pembelian petani ke toko Rana Sejati.

Sementara barang yang dibeli di Makassar itu sebanyak 3.000 pupuk biotani dan 1.800 pupuk pestisida dengan harga Rp90 ribu.

“Tetapi di dalam nota pembelian, dibuat kurang lebih Ro135 ribu. Ada markup disitu,” tegasnya.

Ia mengatakan, jika toko tani Rana Sejati sebagai penyedia barang pertanian dan bekerja sama dengan pemerintah, maka ada mekanisme yang harus diikuti.

“Ini uang negara bukan uang swasta pak, kalau toko tani Rana Sejati sebagai penyedia ada wadahnya, e-katalog. Kalau misalkan kita masuk ada PPKnya, ada kontraknya harus melalui proses,” ucapnya.

Ia menambahkan, kenapa hal itu baru terungkap dan tidak menjadi temuan pihak Inspektorat pada tahun sebelumnya. “Karena hasil pelaksanaan tugas secara administrasi itu jelas,” katanya.

Namun di balik itu, administrasi yang dibuat seolah-olah memenuhi prosedur, ternyata menyimpan prakter korupsi, dimana Nuraksar Kodja turut bersama-sama berperan dalam perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara.

Selain masalah menghimpun dana petani dari daratan Oba di rekening pemilik toko tani Rana Sejati, ada cara lain yang juga dilakukan untuk melancarkan praktik korupsi bantuan DID tahap II pada Dinas Pertanian tahun 2020.

Alex mengatakan, kala itu Kepala Dinas Pertanian Imran Yasin memerintahkan agar para petani penerima bantuan khusus di Pulau Tidore menarik uang bantuan dari rekening mereka kemudian disetorkan kepadanya di kantor Dinas Pertanian Kota Tidore.

“Uang yang dicairkan petani sebesar Rp1,9 juta itu dipotong, petani (pulau Tidore) hanya menerima kembali Rp500 ribu saja,” ungkapnya.

Atas duga praktik korupsi itu, penyidik kejaksaan mulai melakukan penyelidikan kasus ini pada Oktober 2022. Sementara penyidikan dilakukan pada Januari 2023

Penyidik kemudian menetapkan tersangka pada April 2024.

Menurut Alex, Kepala Dinas Pertanian Imran Yasin meninggal dunia sebelum penyidik melakukan penyelidikan.

Almarhum Imran Yasin sendiri belum pernah dimintai keterangan dalam kasus ini.

“Kita tau (Imran Yasin) meninggal setelah dilakukan penyelidikan,” katanya.

Hingga ke meja hijau, hanya 1 orang yang dianyatakan bersalah dalam perkara tersebut.

Majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Ternate menjatuhkan vonis kepada terdakwa, Nuraksar Kodja dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Selain itu, terdakwa juga harus membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp119 juta.