Jazirah Indonesia – Pemberlakuan tarif impor baru oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump akan berdampak pada banyak Negara, bagaimana terhadap Indonesia.
Tarif dasar import yang diterapkan Trump sebesar 10% ke semua Negara, kemudian tarif resiprokal atau timbal balik yang dikenakan, seperti Indonesia sebesar 32%. sementara tarif sebesar 25% pada impor mobil akan berlaku pada tanggal 3 April.
Tarif baru ini, akan sangat berpengarh terhadap Indonesia, sebagaimana disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, hal ini menurutnya, pemerintah akan memperhitungkan dampaknya.
Dampak yang signifikan menuurut Susiwijon, adalah terhadap usaha ekspor utama Indonesia yang selama ini dilakukan di pasar AS, antara lain elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furniture, udang dan produk-produk perikanan laut.
“Kebijakan tarif baru seperti tarif resiprokal AS ini akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor utama Indonesia ke AS,” Susiwijono dalam keterangan, Jumat (4/4/2025).
Hal sama juga dikatakan ekonom INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini. Ia menjelaskan penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.
“Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi. Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan dan melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan,” ungkap Eisha dalam keterangannya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS. Supaya dampak segera dapat diminimalisir terutama ke ekspor Indonesia ke AS.
Ekonom senior yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB Bogor dan Universitas Paramadina, Didin S Damanhuri juga mengingatkan bahwa dampak kebijakan tarif Trump ini akan membuat tekanan ke pasar keuangan dalam negeri. Menurutnya IHSG dan kurs rupiah bisa terimbas.
“Dampaknya yang segera adalah akan terjadi depresiasi rupiah yang kini pun sampai dengan Rp 16.700/US$ dan tidak mustahil dalam beberapa hari ke depan akan melampaui Rp 17.000/US$ serta entah sampai berapa dalam lagi depresiasi rupiah tersebut akan terjadi,” ungkap dia.
Sementara itu Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menekankan, langkah Trump akan berakibat pada perlambatan ekonomi yang masif.
Ia menganggap, bisa dipastikan IMF, World Bank, OECD dan berbagai lembaga internasional lainnya akan segera melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Ia pun menilai, risiko investasi global akan semakin tinggi, sehingga attitude “fly to quality” kembali terjadi. Kondisi itu membuat investor merelokasi investasi ke alternatif yang lebih aman, seperti emas, surat utang pemerintah, dan aset berdenominasi hard currency.
“Ekonomi banyak negara akan terdampak, baik melalui transmisi perdagangan dan/atau investasi. Harga saham dunia akan semakin volatile dengan trend menurun, nilai tukar mata uang banyak negara pun akan menunjukkan perilaku yang sama,” tegasnya.
Bagi Indonesia, Wijayanto menilai, pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh dimana impian untuk tumbuh 5% tahun ini semakin tidak realistis. IHSG akan semakin volatile dan cenderung melemah, terutama untuk beberapa sektor berorientasi ekspor.
Sejalan dengan itu, rupiah akan tertekan dan cenderung melemah. Upaya refinancing utang dan utang baru sebesar Rp 800 triliun dan Rp 700 triliun di tahun ini menurutnya juga tidak akan mudah, selain kebutuhan akan return yang lebih menarik, Indonesia juga menghadapi ketidakpastian pasar yang semakin berat.
“Mengingat ekspor kita ke AS didominasi oleh produk industri padat karya (sepatu, TPT, produk karet, alat Listrik dan elektronik), maka tekanan PHK akan semakin kuat,” tegasnya.