Jauh Tertinggal, Bioteknologi Indonesia Tempati Urutan 52 dari 54 Negara

Jazirah Indonesia – Bioteknologi berkembang di Indonesia sudah sejak lama, namun cenderung lambat karena beberapa faktor, termasuk minimnya penelitian. Ini yang membuat Indonesia berada pada urutan terbawa.

Global Biotechnology Innovation Scorecard Tahun 2019, menyebutkan sektor bioteknologi Indonesia menempati posisi ke-52 dari 54 negara.

Laporan tersebut menunjukan ada kesenjangan yang besar antara penelitian di Indonesia dengan luar negeri.

“Indonesia sangat tertinggal dalam sektor bioteknologi. Global Biotechnology Innovation Scorecard di tahun 2019 menunjukkan, sektor bioteknologi Indonesia hanya menempati posisi ke-52 dari 54 negara,” kata Anggota Komisi Ilmu Kedokteran sekaligus Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sangkot Marzuki pada acara Pfizer Biotech Fellowship, Selasa (23/11/2021), dikutip liputan6.com.

Padahal, Bioteknologi memiliki peranan positif bagi dunia pertanian, kesehatan serta lingkungan. Dalam dunia pertanian, bioteknologi membantu untuk mengurangi krisis pangan, memperbaiki kualitas pangan dan meningkatkan jumlah produksi hasil pertanian.

Ketertinggalan Indonesia di sektor bioteknologi disebutkan sangat kompleks dan multi-dimensional.

Ini berintikan, ekosistem penelitian Indonesia jauh dari mendukung perkembangan sains, teknologi serta inovasi, termasuk perkembangan bioteknologi secara umum dan bioteknologi kesehatan secara khusus.

“Kesenjangan yang semakin besar antara penelitian internasional dan domestik memengaruhi kemampuan negara untuk memanfaatkan basis pengetahuan global, yang pada gilirannya berdampak pada perkembangan ilmiah nasional,” jelasnya.

Sumaryati Syukur dari Universitas Andalas dan Irvan Faizal dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya selaku perwakilan dari para dosen pada program Training of Trainers, Pfizer Biotech Fellowship 2021 menyampaikan usulan yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan pendidikan dan kesehatan nasional.

“Kami mengusulkan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan bekerja sama dalam mempromosikan keilmuan bioteknologi kesehatan untuk dapat menarik talenta terbaik anak negeri dalam menekuni bidang ini,” kata Sumaryati.

Selain itu, peneliti mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung dan mempermudah seluruh universitas melakukan kerja sama penelitian antar universitas di dalam negeri maupun dengan universitas dan/atau peneliti dari luar negeri.

“Kami menghimbau pemerintah untuk menyinergikan segala sumber daya penelitian sehingga kerja sama antar lembaga dan universitas bisa membuat penelitian semakin efektif dan efisien,” Irvan melanjutkan.

Dalam usulan kepada Pemerintah terkait pengembangan bioteknologi kesehatan, para dosen dan peneliti juga mendesak pemerintah untuk memastikan peraturan-peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kemudian, Undang-undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan peraturan- peraturan lain terkait pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi mendukung penelitian yang inovatif dan berkelanjutan.

“Kami mengimbau agar pendanaan penelitian yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diperbesar untuk mendorong riset-riset inovatif,” tutup Sumaryati.

Komentar