Jazirah Indonesia – Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) melaporkan, berdasarkan data terakhir tahun 2022, presentase penduduk miskin di wilayah Maluku Utara untuk 10 kabupaten/kota tercatat sebesar 6,23 persen.
Adapun presentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota, yakni untuk Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) dan Halmahera Tengah (Halteng) berada di atas presentase penduduk miskin Maluku Utara yakni 6,23 Persen. Sementara secara keseluruhan presentase penduduk miskin di Maluku Utara masih berada dibawah presentase nasional yakni 9,54 persen.
Laporan ini disampaikan Pemprov Maluku Utara dalam rapat teknis bersama Menko PKM dalam rangka percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrim di Maluku Utara, secara daring bertempat di Kediaman Eks Crisant Ternate, Rabu (29/3/2023).
Asisten III Kantor Gubernur Maluku Utara, Asrul Gailea yang mewakili Gubernur Abdul Gani Kasuba memaparkan, untuk tingkat kemiskinan ektrim di Maluku Utara pada Maret 2022 yaitu 14.333 ribu jiwa, terdiri dari Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) sebanyak 1.34 persen, Halmahera Tengah (Halteng) 2,04 persen, Kepulauan Sula (Kepsul) sebanyak 0,00 persen, kemudia Hamahera Selatan (Halsel) 1,10 persen, dan Halmahera Utara (Halut) 0,70 persen.
Berikutnya, untuk Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) sebanyak 3,82 persen, Pulau Morotai 0,22 persen, sementara Pulau Taliabu 0,22 persen, lalu Kota Ternate 0,21 persen dan Kota Tidore Kepulauan 1,32 pesen.
Selain memaparkan kondisi angka kemiskinan di Maluku Utara, disela-sela rapat teknis tersebut, otoritas Pemprov Malut juga menguraikan data prevelensi stunting khususnya di 10 kabupaten/kota.
Untuk angka prevelensi stunting, lanjut Asrul, jika dilihat dari kurun waktu dua (2) tahun terakhir yakni tahun 2021 dan 2022 yaitu, untuk wilayah Halbar pada tahun 2021 sebanyak 30 persen, sedangkan pada tahun 2022 turun pada angka 23,9 persen. Untuk Haltim pada tahun 2021 yaitu 32,7 persen sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 32,3 persen. Halteng pada tahun 2021 yakni 29,1 persen sedangkan pada tahun 2022 naik menjadi 32,2 persen. Halut pada tahun 2021 yakni 27,5 persen, namun pada tahun 2022 turun menjadi 24,9 persem. Halsel pada tahun 2021 yaitu 33,7 persen, sementara tahun 2022 turun menjadi 31,4 persen.
Selanjutnya Kepulauan Sula pada tahun 2021 yakni 27,7 persen sedangkan pada tahun 2022 naik menjadi 28,5 persen. Kota Ternate tahun 2021 yaitu 24 persen sedangkan di tahun 2022 turun menjadi 17,7 persen. Kota Tidore pada tahun 2021 yaitu 25,1 persen sedangkan tahun 2022 turun menjadi 19,1 persen. Pulau Morotai pada tahun 2021 yaitu 28,3 persen, sedangkan pada tahun 2022 naik menjadi 31,2 persen. Pulau Taliabu di tahun 2021 yakni 35,2 persen sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 23,7 persen.
“Secara keseluruhan angka prevelensu stunting Maluku Utara 27,5 persen pada tahun 2021, sedangkan tahun 2022 turun menjadi 26,1 persen,” papar Asrul Gailea.
Asrul menjelaskan, faktor penyebab lambannya penurunan stunting dan kemiskinan di Maluku Utara akibat dari keterbatasan bidang kesehatan, terbatasnya sumber tenaga kesehatan serta kurangnya fasilitas pendukung kesehatan yang belum merata. Kemudian terbatasnya akses transportasi dan telekomunikasi di wilayah perbatasan dan pedalaman.
“Kondisi geografis wilayah terdiri dari pulau-pulau yang tersebar, sementara ekonomi industri hilirisasi industri yang belum optimal, masih kurangnya ketersediaan rumah layak huni dan sanitasi serta air bersi dan jamban sehat. Terbatasnya anggaran DAU dan DBH, serta kurangnya keterampilan dan tingkat pendidikan yang masih rendah bagi para pencari kerja, ini yang juga faktor masalah stunting dan kemiskinan di Malut,” sebutnya.
Untuk menekan angka stunting dan laju kemiskinan ekstrim, pemerintah daerah melakukan langkah koordinasi bersama Pemkab dan Pemkot dalam berbagai forum, serta melakukan koordinasi dengan OPD terkait ditambah instansi seperti BKKBN, Forkopimda, Organisasi PKK, serta Satgas.
“Pemda juga mendorong warga miskin untuk mendapat jaminan BPJS kesehatan, mengidentifikasi ulang terhadap warga miskin pada kantong-kantong kemiskinan, mendorong akses permodalan dan pemberdayaan UMKM, mendorong perusahan tambang untuk terlibat dalam pemberdayaan masyarakat miskin dan CSR, mendorong program bedah rumah, sanitasi, jamban bagi warga miskin, serta mengoptimalkan penggunaan dana desa dan bumdes terutama pada kantong-kantong kemiskinan,” pungkasnya.
Komentar