Welcome 2025, dari Tahun Politik ke Tahun Membangun

Masgul Abdullah
(Pegiat Sosial dan Politik)

 

Tahun 2024 adalah tahun Politik. Hiruk pikuk politik menyelimuti tahun 2024 dengan digelarnya dua even besar Demokrasi. Pada 14 Februari lalu, diselenggarakannya Pemilu Presiden dan Legislatif. Dan dilanjutkan dengan pemilihan kepada daerah di seluruh Indonesia secara serentak pada Bulan November.

Di Maluku Utara, terdapat 10 daerah yang melaksanakan pemilihan Bupati dan Walikota. Dan pemilihan Gubernur Maluku Utara. Dari 10 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), terdapat 35 pasangan calon Kepala Daerah di tingkat Kabupaten dan Kota dan 4 pasangan Calon Gubernur.

Puncaknya, pada tanggal 27 November 2024 lalu, masyarakat telah menyalurkan hak konstitusinya di bilik suara. Lima menit di bilik suara itu, akan menentukan nasib pembangunan daerah ini lima tahun mendatang.

Jika tiada aral melintang, pada bulan Maret 2025, calon Bupati, Walikota dan Gubernur terpilih akan dilantik setelah proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) diputuskan. Karena dalam hukum Ketata negaraan kita, sengketa Pemilu melalui MK bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain di luar MK.

2025 adalah Tahun Pembangunan.

Jika tahun 2024 kita maknai sebagai tahun politik, maka tahun 2025 adalah tahun pembangunan. Setelah di lantik, Kepala Daerah terpilih mulai menapaki perjalanan pembangunan lima tahun akan datang. Mereka di tuntut untuk merealisasikan visi-misi nya yang sudah diucapkan saat kampanye.

Visi-misi kepala daerah terpilih akan menjadi dokumen daerah dan menjadi rujukan pembangunan lima tahun akan datang. Oleh sebab itu, calon kepala daerah tidak asal membuat visi-misi, namun visi misi yang disusun harus mencerminkan persoalan daerah.

Karena visi misi calon kepala daerah terpilih akan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) yang menjadi barometer pembangunan lima tahun mendatang. Jika visi misi hanya sekedar pemanis bibir, dan tidak korelasi dengan persoalan dan kebutuhan yang ada di daerah, akan menjadi sumir dan sulit dijalankan.

Untuk tingkat Maluku Utara, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat sentralistik selama ini, menjadi problem tersendiri. Terbatasnya jangkauan pemerintah daerah terhadap perijinan dan tetek bengek lainnya terkait masuknya investasi di daerah, membuat posisi tawar pemerintah daerah sangat lemah dihadapan investor.

Termasuk dana bagi hasil, yang rasanya tidak adil terhadap daerah penghasil dan menjadi wacana selama ini perlu mendapat perhatian serius dari Gubernur terpilih beserta Bupati, Walikota di daerah penghasil.

Karena kita membutuhkan daya dukung fiskal daerah  yang kuat untuk membiayai ketertinggalan infrastruktur di daerah. Peningkatan infrastruktur yang memperlancar konektifitas antara pulau yang menjadi corak Maluku Utara sebagai daerah kepulauan. Baik itu infrastruktur darat, seperti jalan dan jembatan, infrastruktur  pelabuhan laut dan infrastruktur udara.

Masifnya Investasi di sektor pertambangan dengan hadirnya beberapa Industri ekstraktif di  Maluku Utara akan berdampak terhadap ekologi di masa yang akan datang. Pemanfaatan puluhan ribu hektar hutan untuk kegiatan pertambangan akan menjadi problem serius jika tidak ditangani dengan baik.

Berkurangnya ruang hidup akibat alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan bukan semata menjadi problem ekologi, namun juga memicu konflik sosial di masa yang akan datang akibat perebutan ruang antar penduduk.

Meskipun hadirnya Industri ekstraktif di Maluku Utara membuat ekonomi Maluku Utara tumbuh di angka 27 persen dan tertinggi di Indonesia. Namun, hal ini mendapatkan kritikan dari banyak kalangan karena dianggap tidak memberikan dampak langsung kepada masyarakat.

Pertumbuhan yang tinggi namun tidak inklusif ditengarai menjadi sebab pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Kontribusi terbesar

dari ekspor logam mineral dari industri ekstraktif, berbanding terbalik dengan tingginya tingkat kemiskinan di daerah-daerah penghasil tambang. Sejatinya, kegiatan investasi di satu daerah harus berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.

Kepala daerah terpilih diharapkan dapat merumuskan aneka program pembangunan lima tahun kedepan yang mampu menjawab problem fisik berupa infrastruktur dan problem sosial seperti kemiskinan, lingkungan, pendidikan dan kesehatan di daerah masing-masing.

Tentunya, waktu lima tahun tidak cukup untuk menyelesaikan aneka persoalan yang ada di daerah ini. Belum lagi, kepala daerah terpilih harus membuat program selaras dengan pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas mandatori yang wajib di lakukan di daerah.

Visi misi adalah tanggungjawab moril dan tanggungjawab konstitusional kepala daerah terpilih yang telah diucapkan. Masyarakat menunggu pembuktian dari mereka yang terpilih menjadi kepala daerah. Dan pembuktian itu akan kita lihat lima tahun akan datang.

Dan pada akhirnya, masyarakat akan tau bahwa mereka telah memilih pemimpin ataukan sekedar memilih pemimpi.

Wallahu a’lam bishawab.

banner 1200x520