oleh

Organisasi Pekerja Minta Pemerintah Batalkan Penetapan UMP 2022

Jazirah Indonesia  – Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) meminta menunda implementasi kebijakan Upah Minimum 2022.

Permintaan OPSI ini berhubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Nomor Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

MK mengamanatkan pemerintah untuk menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, lantaran UU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi.

Baca juga: Potensi Ketidakpastian Investasi Soal Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, pemerintah mesti menjalankan amanat MK untuk meredam rencana mogok nasional yang telah disiapkan oleh serikat pekerja.

Timboel mencontohkan, pemerintah dapat memulai dengan menunda pemberlakuan upah minimum yang telah ditetapkan pekan lalu.

“Upah minimum itu kan program strategis nasional, maka dia bagian dari kebijakan strategis yang mesti ditangguhkan dulu sampai ada pembicaraan lebih lanjut bersama serikat pekerja,” kata Timboel melalui sambungan telepon, Jumat (26/11/2021).

Pemerintah diharapkan Timboel, bersedia untuk menjalankan amanat MK itu dan menangguhkan sejumlah kebijakan strategis dan berdampak luas kepada masyarakat.

Timboel juga menegaskan, buruh bakal mengurungkan rencana mogok nasional apabila pemerintah menangguhkan sejumlah isu sensitif terkait ketenagakerjaan di akhir tahun ini.

“Kami harapkan demonstrasi mogok yang akan dirancang karena menolak upah minimum bisa turun tensinya. Artinya, kami minta pemerintah yang proaktif karena pemerintah yang diminta untuk menjalankan keputusan itu dengan melibatkan pekerja,” kata Timboel.

Upah Minimum ini juga disoalkan  Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia. Organisasi ini  memprotes keputusan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022, sebesar 1,09 persen

Aspek melalui ketuanya, Mirah Sumirat mengatakan, dalam UU Cipta Kerja, kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).

Namun kata Dia, dalam PP No. 36/2021, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.

Nilai batas atas lanjutnya, upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga. Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.

UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 dan PP No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan dinilainya, semakin membuktikan bahwa Pemerintahan Joko Widodo memberikan “karpet merah” terhadap pengusaha dan tidak berpihak pada pekerja dan rakyat Indonesia.

Komentar