Asa Malut Bangkit dan PR Sherly-Sarbin!

Oleh : Risman Tidore
(Pemerhati Kebijakan Publik & Civil Society)

 

banner 1200x520

Salah satu mitos paling umum yang sering kita jumpai dalam kancah dunia demokrasi elektoral, adalah kalimat klasik yang berbunyi “vox populi vox dei” yang memiliki arti kurang lebih “suara rakyat adalah suara Tuhan”, yang dalam pandangan Hans Kelsen disebut sebagai pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.

Dan yang melaksanakan kekuasaan ialah pemimpin yang terpilih secara demokratis melalui instrumen demokrasi lokal yang disebut pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti gubernur/wakil gubernur bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Di mana rakyat meyakini bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan.

Melalui instrumen demokrasi pula, banyak pihak menaruh harapan tentang sebuah tatanan kehidupan sosial politik yang ideal. Bahkan dengan demokrasi, diharapkan semua cita-cita vital tentang kemajuan kesejahteraan dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terakomodir melalui instrumen kebijakan/keputusan politik formal.

Design keputusan politik/kebijakan publik yang menjadi elan vital dari tujuan demokrasi harus diawasi oleh kalangan publik civil society agar dalam praktek dan kendali kekuasaan tetap “On The Track” sesuai aturan main.

Situasi ini pula sontak membenarkan argumentasi bahwa kekuasaan adalah persoalan yang sangat substantif, esensial, bahkan merupakan hakikat ilmu politik. Dan pemerintahan bukan sekedar lembaga bagi kekuasaan.

Berangkat dari titik inilah diskursus tentang politik kekuasaan dan konflik kepentingan dalam praktek kekuasaan kepemimpinan politik lokal menjadi semakin ramai dipermukaan setidaknya mendapat sorotan tajam kaitannya dengan project otonomi daerah dalam bingkai demokrasi lokal guna menjawab problem daerah yang tak berkesudahan.

Semangat tentang otonomi daerah ditandai dengan tingginya ekspektasi publik tentang perubahan. Senada dengan hal itu, rakyat di seantero Maluku Utara kini merindukan sentuhan-sentuhan kebijakan yang riil dalam performa Maluku Utara Bangkit sebagaimana visi kepemimpinan baru Sherly Tjoanda dan Hi. Sarbin Sehe dalam menakhodai negeri miliki kie raha periode 2025-2030.

Di titik inilah penting kiranya untuk merefleksi kembali prospek konsolidasi demokrasi di tengah peluang dan tantangannya di masa depan bagi Maluku Utara. Agenda pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 yang merupakan mekanisme sirkulasi elite didaerah telah mendapatkan titik pijakan dengan dilantiknya Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto pada hari ini kamis, (20/02/2025).

Banyak asa dan harapan insan Maluku Utara yang dititipkan kepada sang Puan dan Tuan pemilik mandat politik dalam menentukan hajat hidup masyarakat melalui agenda-agenda pembangunan ekonomi, politik, sosial, budaya dan pertahanan pada periode 5 tahun mendatang.

Vilfredo Pareto dalam tulisannya, The Circulation of the Elite, (dalam William D Perdue, 1986) memberi catatan penting bahwa sirkulasi elite itu selalu bersifat resiprokal dan mutual interdependence atau punya ketergantungan bersama.

Jika kepemimpinan baik, berkualitas, berintegritas maka potensi untuk melahirkan kebijakan yang inklusif-transformatif ke arah perubahan secara bersama-sama memiliki peluang lebih besar. Jika tidak maka, kemujudan dan kemunduran hanya akan menjadi hiasan perjalanan sejarah kepemimpinan politik di negeri jazirah Al Mulk.

Mungkinkah negeri ini akan bangkit dari keterpurukan?? Demikianlah pertanyaan yang akan terus terngiang dalam hati sanubari publik Maluku Utara hari ini dan nanti.

PR Kepemimpinan Baru

Secara normatif, Pekerjaan Rumah (PR) seorang Gubernur baru cukup kompleks. Mulai dari problem defisit APBD akibat hutang bawaan yang cukup besar yang merupakan warisan kepala daerah sebelumnya yang tengah menjadi potret buram pemerintahan dalam tata kelola keuangan daerah.

Tak cukup sampai disitu, pertumbuhan ekonomi daerah (17,56%) yang hanya bertumpuk pada sektor industri dan pertambangan makin kontras dengan kesejahteraan publik terutama masyarakat lingkar tambang yang masih diterpa kemiskinan ekstrim.

Disisi lain, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tergambar dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), baik pada aspek pendidikan maupun kesehatan.

Terkini, rekam jejak birokrasi yang korup (KKN) dimana kasus suap-menyuap dalam perkara jual beli jabatan birokrasi yang diseksekusi KPK sungguh menyita perhatian publik daerah dan nasional pasalnya melibatkan petinggi birokrasi dan orang nomor 1 gubernur Maluku Utara.

Tentu potret buram pemerintahan daerah diatas kini tengah menjadi diskursus publik, bagaimana fenomena lokal tersebut dapat diminimalisir.

Dalam berbagai jajak pendapat, secara umum problem kegagalan penyelenggaraan pemerintahan daerah disebabkan oleh faktor lemahnya kepemimpinan kepala daerah.

Meminjam pendapat Slamet effendy (2017), yang mengatakan bahwa pemimpin Politik tidaklah sama dengan pemimpin organisasi yang bersifat profit (profit oriented). Kekuasaan politik yang diraih melalui demokrasi tidak boleh di-dapuk sebagai tujuan.

Kekuasaan Politik menurutnya, hanyalah sarana untuk mewujudkan tujuan pokok politik yang sesungguhnya yakni kesejahteraan publik.

Sesuai dengan pengertiannya menurut Peter Merkl, politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Karena kekuasaan politik dalam praktek demokrasi modern memiliki relasi yang kuat dengan birokrasi dan pemerintahan maka, padanan kekuasaaan menunjukkan arti yang familiar dengan norma dan aturan. Karena apapun bentuk kekuasaan sejatinya perlu dibatasi oleh aturan untuk mencegah peluang dan potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Jika membaca teori-teori kekuasaan, maka sesungguhnya kepemimpinan hari ini adalah model dari kekuasaan yang sifatnya dinasty primordialis, ikatan-ikatan politis-family menjadi penentu dalam pengisian jabatan-jabatan strategis lebih didominasi kelompok atas dasar kepentingan.

Sebenarnya semua ini menjadi sumber petaka kekuasaan, karena dipastikan akan muncul sikap berikutnya yakni monopoli kekuasaan. Padahal dalam terminologi Islam telah diingatkan “jangan karena kelompokmu, keluargamu kau tidak berlaku adil pada orang lain”.

Dari preferensi-preferensi inilah domain etika politik dan norma sosial seorang Sherly sebagai kepala daerah akan benar-benar diuji oleh publik sebagai konsekwensi logis atas tindakan politik (kebijakan) yang hendak dieksekusi.

Belajar dari pengalaman kepemimpinan populis, seorang pemimpin akan disebut pahlawan (hero) jika kebijakan benar-benar mampu memanjakan selera rakyat, begitupun sebaliknya menjadi cemohan publik bahkan lebih fatal jika mengarah pada aspek pelanggaran hukum.

Rekonsiliasi Malut Bangkit

Terpilihnya Sherly-Sarbin menandai momentum baru kehidupan sosial-politik di bumi moloku kie raha. Nuansa perubahan politik yang sangat kuat dari politik primordial ke politik demokratis. Dalam konteks sosiologis, Rakyat Maluku Utara yang kental dengan adat istiadat itu telah bertransformasi demokratis dan egaliter dalam membangun suatu kekuasaan pemerintahan.

Hal tersebut terlegitimasi melalui 50,69 persen mayoritas suara sah dalam Kontestasi politik Pilkada serentak 27 November 2024 sekaligus menjadikan sherly sebagai “the rule mode” perempuan pertama dalam sejarah kepemimpinan politik Maluku Utara.

Dalam konteks politik lokal, kemenangan besar (electoral majority) sering kali menjadi momentum bagi penguatan dukungan dan legitimasi pemerintahan baru. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, geliat politik yang berlebihan bisa saja menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di pihak yang kalah.

Dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pilihan politik harus dijadikan sebagai modal sosial untuk membangun daerah, bukan sebagai pemicu konflik berkepanjangan.

Sebab tugas etik seorang Sherly sebagai kepala daerah tentunya berikhtiar menjaga agar kekuasaan tidak dicemari oleh praktek monopoli, memperdagangkan pengaruh oleh lingkungan kekuasaan yang membuat gap antara kelompok pro kontra pasca pilkada terus melebar hingga 5 tahun mendatang.

Setidaknya ada 3 hal untuk memastikan potensi tersebut dapat diminimalisir antara lain; Pertama, Kepemimpinan baru dinilai lebih baik (bukan lebih buruk dari rezim masa lalu). Poin penting yang perlu diperhatikan adalah tata kelola birokrasi, terutama dalam menyusun kabinet pemerintahan daerah yang profesional dan berorientasi pada kepentingan publik. Dengan semangat reformasi birokrasi melalui Kepemimpina inklusif yang tidak terjebak pada politik balas jasa akan menjadi kunci keberhasilan pemerintahan kedepan.

Kedua, konsisten pada upaya implementasi Visi “Malut Bangkit”. Visi besar Maluku Utara Bangkit harus benar-benar mampu diwujudkan bukan hanya sekedar lip service layaknya rezim sebelumnya.

Upaya-upaya terobosan dan aktualisasi program di masa kepemimpinan Sherly-Sarbin diharapkan menjadi kredit point dalam menjawab realitas pemerintahan hari ini dengan konsisten pada suatu pandangan bahwa Maluku Utara harus bangkit dari defisit hutang, bangkit dari monopoli, bangkit dari suasana birokrasi yang koruptif, bangkit dari arogansi kekuasaan, bangkit dari sikap tertutup dan apatis.

Ketiga, Partisipasi Publik dalam Pemerintahan. Demokrasi yang sehat bukan hanya diukur dari proses politik elektoral yang berlangsung jujur dan adil, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam setiap pengambilan kebijakan publik.

Semua elemen masyarakat harus bersatu dalam  setiap project pembangunan sebagaimana falsafah “Marimoi Ngone Futuru” sebagai payung pemersatu dalam berbagai spektrum pembangunan dan etos kearifan lokal.

Sang puan dan tuan harus mampu mengendalikan daulat kekuasaan dengan performa kinerja yang humanis bagi semua kalangan masyarakat Maluku Utara sesuai visi besar “Maluku Utara Bangkit ”. Jika mengalami disorentasi maka, akan membuahkan kesan politik yang berbahaya (negatif) bagi legacy dan masa depan kepemimpinan politik yang kian kompleks dan penuh tantangan.

 

Selamat Atas Pelantikan Sherly-Sarbin.