Jazirah Indonesia – Produksi rokok dan serapan tembakau diproyeksikan akan kembali turun pada tahun 2022 seiring kebijakan pemerintah menaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Tembakau Indonesia, Agus Setiawan mengatakan kebijakan pemerintah tersebut akan berpengaruh terhadap petani tembakau di sejumlah daerah.
Karena dengan kenaikan rata-rata sebesar 12 persen untuk kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan terjadi penaikan sebesar 5 persen.
Agus mengatakan, kenaikan cukai rokok di 2022 diproyeksi akan menurunkan produksi rokok sebesar 3 persen dari 320,1 miliar batang menjadi 310,4 miliar batang.
“Harganya tertekan terus. Jadi, dua tahun terakhir ini memang bisa dikatakan nggak masuk harganya ditingkat petani karena kehati-hatian pabrikan untuk membeli bahan baku,” kata Agus, Rabu (15/12/2021) dikutip kbr.id.
Keputusan itu kata Agus, membuat harga bahan baku dan permintaan di tingkat petani menjadi tertekan, disebabkan pabrikan rokok akan bersikap hati-hati dan memperketat pembelian tembakau dari petani.
Agus mengatakan, petani nasional masih bergantung pada tembakau jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) Konvensional dan Singaret Kretek Tangan (SKT).
Sementara, tembakau kategori Sigaret Putih Tangan (SPT) semua bahan bakunya berasal dari impor.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan pengetatan dan penaikan kepada tembakau jenis SPT, bukan justru menaikkan harga tembakau jenis SKM dan SKT yang merupakan mata pencaharian petani.
“Sigaret Kretek Mesin (SKM) Konvensional dan Singaret Kretek Tangan (SKT). Kalau SPT nggak pengaruh. Malah justu kalau bisa dimahalkan sekalian karena nggak ada kaitan petani Indonesia. Kalau banyak yang diserap ya itu, SKT dan SKM, ujarnya.
Agus beralasan, karena bahan bakunya tidak ada yang dalam negeri, semuanya impor, tidak laku pun juga tidak masalah.
Sedangkan produktivitas tembakau lauk (tembakau dengan aroma berat) saat ini diungkap Agus, berkisar antara 0,6-0,8 ton per hektare.
Tembakau jenis ini katanya, ditanam di daerah Temanggung, Boyolali, dan Madura. Sementara tembakau nasi (tembakau dengan aroma ringan) mencapai 2,5 ton per hektare yang dapat ditemukan di Bondowoso dan Jember.
Di tingkat petani, tembakau lauk dibanderol dengan harga yang lebih tinggi, dibandingkan tembakau jenis lainnya.
Harga Pokok Produksi (HPP) tembakau lauk rerata mencapai Rp55-75 ribu per kilogram. Sementara tembakau nasi seharga Rp30-45 ribu per kilogram.
Menurut Agus, mengatakan petani tembakau mengaku sulit untuk beralih mengembangkan komoditas lain lantaran budidaya tembakau sudah dianggap menjadi adat istiadat di daerah setempat.
Tembakau lanjutnya, memiliki ketahanan yang lebih baik saat menghadapi musim hujan dan kemarau.
Komentar