Jazirah Indonesia – Utang Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara (Malut) dilaporkan mencapai Rp 900 miliar. Padahal, sebelumnya utang tersebut hanya dikisaran Rp 600 miliar saja. Ini artinya ada kenaikan nilai utang sekitar Rp 300 miliar.
Kaitannya dengan nilai utang yang naik signifikan ini, Sekretaris Daerah Provinsi Malut, Samsudin A. Kadir ketika diwawancarai wartawan mengungkapkan, utang ini adalah akumulasi utang bawaan menurut hasil audit BPK tahun 2023.
“Utang Rp 900 miliar sudah betul, itu terdiri dari utang DBH, belanja modal dan lain-lain, dan itu juga berdasarkan audit BPK,” akui Samsuddin, Rabu (12/7/2023).
Dia membeberkan, penyumbang utang Pemprov tersebut paling banyak adalah utang belanja modal sekitar Rp 300 miliar lebih, ditambah utang barang dan jasa sebesar Rp 200 miliar lebih dan utang Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/kota sebesar Rp 200 miliar lebih.
“Prinsipnya kita akan tetap bayar agar tidak membebani Pemda. Utang ini membengkak ketika dilaporkan OPD bahwa ada kegiatan yang sudah selesai dikerjakan namun belum dibayar, dari situ menyebabkan utang terus bertambah,” terangnya.
Menurut Samsuddin, saat ini BPKAD tengah mencari formulasi untuk melunasi utang-utang tersebut. Ia mengaku dari sekian utang tersebut, ada yang sudah dibayar. Meski begitu, dirinya tidak menyebutkan berapa besar dan utang mana saja yang sudah terbayar.
Mantan Kepala Bappeda Malut itu juga mengaku akan memangkas kegiatan OPD yang tidak perlu termasuk kegiatan yang belum berjalan sehingga anggarannya bisa dialihkan untuk menutupi utang-utang tersebut.
“Tapi kita harus juga mengadakan pertemuan dengan OPD dalam waktu dekat ini dan menjelaskan maksud dari pemangkasan itu. Dengan demikian, kita bisa mengetahui pos mana yang perlu dipangkas untuk menghemat agar bisa mengurangi utang yang sebanyak itu,” tandasnya.
Komentar