oleh

Udin Hamim, Kisah Susahnya hingga Jadi Wakil Rektor UNG

jazirah.id – Tepatnya pada 8 Februari 2019 lalu, Dr. Udin Hamim dilantik sebagai Wakil Rektor (Warek) III, Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Negeri Gorontalo (UNG).

Pria yang dikenal sederhana ini lahir pada 1976 di Mafututu, sebuah desa di sebelah timur Tidore Provinsi Maluku Utara. Udin Hamim merupakan anak pertama dari 4 bersaduara. Sejak kecil menyelami hidup susah hingga di masa mengecam pendidikannya.

Lahir dari keluarga sederhana, sosok sang Ayahnya yang hanya sebagai kuli bangunan disamping berjualan kayu bakar serta menanam di kebun untuk keperluan sebagian makanan sehari-hari. Kendatipun demikian, sebagian pendapatan Ayahnya dari jualan kayu bakar, Udin berhasil menamatkan Sekolah Dasar (SD) di Mafututu 1990.

Keterbatasan ekonomi orang tuanya, tak membuat Udin patah arang dalam menjalani pendidikan pasca SD. Saat bersekolah di SMP, Dia terpaksa menjalani pekerjaan yang dirasakan belum pantas di usianya, yakni bersama Ayahnya sebagai kuli bangunan. Dengan gairah hidup ini, Udin juga berhasil menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Soasio (SMP N 1 Kota Tikep Sekarang) di tahun1993. Sedangkan dua saudara lainnya harus putus sekolah karena tidak kecupakan pembiayaan orang tuanya.

Udin seperti bergelandangan untuk memperoleh pekerjaan selanjutnya ketika masuk SMEA, agar bisa membantu orang tua dan dapat meneruskan sekolahnya. Ini terjadi saat Dia pindah domisili ke keluarganya di Goto Tidore.

Udin kemudian diterima atas tawaran kerja di sebuah percetakan Batako di Goto Kota Tidore. Pekerjaan berpenghasilan seberapa dan upah yang diterima setiap 6 (enam) bulan sekali ini, dijalankan Udin hingga menamatkan sekolah di SMEA Tidore (SMKN 1 Kota Tidore saat ini) di tahun 1996.

“Ya, untuk meringankan beban orang tua dan dapat melanjutkan sekolah saya ke SMEA, maka saya harus bekerja, saat itu sebagai kuli bangunan hingga bekerja di percetakan batako”, katanya saat diwawancarai awak media ini 15 Februari lalu.

Betapa tidak, pernah dirasakan Udin dengan keadaan keluarganya di Mafututu yang tak mungkin membiayai sekolahnya, apalagi impiannya sampai melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi.

“Memang dipikirkan berat dan sangat berat jika saya melanjutkan study, sedangkan di rumah Mafututu saja bisa nikmati makan nasi hanya seminggu sekali, itu di hari Jumat, selain itu dari hasil tanam dan bubur“,  jawab Udin ketika ditanyai bagaimana keadaan yang digambarkan, bisa melanjutkan study di UNG.

Udin sempat berpikir untuk tidak lagi melanjutkan studi setelah tamat SMEA, dikarenakan faktor ekonomi orang tua. Akan tetapi, Pria yang dinilai temannya memiliki  kemampuan otaknya, dengan dorongan potensi dari anugerah terbaik  yang diberikan, Udin akhirnya dapat mlanjutkan studi S1 IKIP Gorontalo (UNG saat ini).

“Berkat doa, shalat tahajud yang pernah disarankan, ini kekuatan awal, kemudian dari dorongan keluarga saya, sehingga meski dengan keterbatasan ekonomi orang tua saya, alhamdulillah saya jadi kuliah di UNG dan sekarang bisa jadi begini”, katanya dengan nada melemah.  

Kesederhaan pun menjadi semboyan hidupnya saat ini, semboyan itu membuat Dia sukses dalam menggapai impian. Karena itu, pria yang mendapat gelar Doktor di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2010 ini terdorong menulis sebuah buku dengan judul “Menggapai Impian di Tengah Kesusahan”.

“Kesederhaan menjadi semboyan hidup saya, karena kesederhaan bisa mengantarkan saya seperti sekarang ini, dan yang penting dipegang adalah tujuan hidup, karena dalam melakukan sesuatu, tujuan hidup menjadi dasar dalam menjalankan hidup itu, ini juga yang menghendaki saya tulis dalam buku yang akan diluncurkan dalam waktu dekat ini”, tutur Udin.

Masa menjalani study S1 Pendidikan Keguruan UNG, Udin sangat menekuni study dengan sabar, juga ikhlas dengan  keadaannya. Karena pikirannya harus terbagi, “belajar sambil kerja”, namun prioritas kesuksesan studi di rantau terpatri pada dirinya. Udin pun dengan sabar memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di masa study S1 ini untuk kecukupan biaya hidup dan biaya kuliah.

Kesabaran dan kecerdasan yang dimiliki, menjadi penilaian tersendiri bukan saja pada Fakultasnya tetapi di tingkat Perguruan Tinggi, Dia pun terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNG dan selanjutnya terpilih menjadi Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi UNG.

Memimpin BEM UNG saat itu bukan perkara muda di masa masa Universitas ini dalam upaya pengembangan, sosok pekerja keras ini pun tak pernah lalai dalam perkuliahan, bahkan saat lulus S1 Pendidikan Keguruan, Udin memperoleh predikan CUMLAUDE (lulusan terbaik) dan dirinya langsung ditawari sebagai tenaga pengajar di UNG.

Minat mahasiswa UNG asal Malut dilihatnya makin bertambah dari tahun ke-tahun, membuat mantan direktur PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) ini menginisiasi bersama rekan-rekannya mendirikan organisasi daerah dengan nama HIPMI MALUT Gorontalo (Himpunan Mahasiswa Indonesia Provinsi Maluku Utara Gorontalo) Tahun 1999 dan eksis hingga saat ini.

Pada tahun  2004, Udin kemudian melanjutkan studi Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada dengan predikat lulusan terbaik pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan studi S3-nya di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2007 dan wisuda Doktor pada tahun 2010.

Di tengah sebagai pengajar, Udin juga menyempatkan waktu berstudi di Ilmu Hukum Universitas Sunan Giri Surabaya.

Pengabdiannya sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan (IHK) juga direktur PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) Universitas Negeri Gorontalo sebelumnya, membawa dia dipercayakan duduk di kursi Warek UNG. Dia pun sebagai Sekretaris  Senat UNG yang dijabatnya dari  tahun 2010 hingga saat ini.

Sekembalinya dari Study S3, Udin dipercayakan sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan (IHK) juga direktur PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) UNG. Oleh karena kemampuan yang dimilikinya, sekarang dipercayakan sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UNG. Dia pun sebagai Sekretaris  Senat UNG yang dijabatnya dari  tahun 2010 hingga saat ini.

Selama menjadi dosen, Udin mengakui merasa mudah menyesuaikan sebagai pelayan mahasiswa, karena masyarakat di provinsi hasil pemekaran Provinsi Sulawesi Utara itu masih mempunyai kultur yang hampir mirip dengan masyarakat di Maluku Utara.

“Di Gorontalo itu kultur dibilang hampir sama dengan orang Maluku Utara dan masih punya hubungan emosional, sehingga dalam hal interakasi di kampus hampir tak ada masalah”, Kata Pria yang beristri peranakan Arab-Gorontalo ini.

Ketika menjabat sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan (IHK) , Udin harus berhadapan dengan problem kurangnya minat mahasiswa di Jurusan yang akan dikendalikannya. Jumlah mahasiswa disebutnya hanya 8 orang pada 1 angkatan. Atas upayanya, maka di tahun berikut, minat mahasiwa di jurusan ini mengalami peningkatan sangat signifikan.

 “Hanya terdapat 8 mahasiswa di 1 angkatan saat saya baru menjabat ketua IHK, di tahun berikut minat mahasiswa melonjak naik menjadi lebih dari 100 mahasiswa. Upayanya antara lain dengan perketat sistem mutu, penyiapan SDM Dosen bermutu dan standar kelulusan yang tinggi”, katanya. 

Anak kampung yang sukses di rantau ini, mengenalkan tiga hal yang menjadi pegangannya dan selalu dipakai dalam memotivasi adik-adik mahasiswa asal Maluku Utara, baik yang berada di Gorontalo maupun dimana tempat saat ditemui. Tiga hal itu disebutnya adalah, hilangkan kesombongan, kurangi kebiasaan konsumtif terkait materi, hilangkan kemalasan.

“Kesommbongan itu memang luas, setelah kita dihina kembali kita harus melihat tujuan hidup, sehingga apa yang dilakukan selalu dipagari oleh tujuan hidup, itu yang Alhamdulillah dapat membentengi diri saya”, tutur Udin seraya megeluarkan tawa kecil namun tersendat suaranya menambah kisah singkat tentang kesusahan yang dialamainya sejak berada di Kampung kelahirannya.

Pemikiran yang visioner membuat Dia cepat didudukan pada posisi penting di UNG serta selalu dilibatkan dalam upaya-upaya pengembanga UNG.  Dirinya bersama pihak Universitas berhasil membangun gedung kuliah, fasilitas penunjang lainnya dengan dana lebih dari Rp 300 milyar yang bukan berasal dari kucuran Pemda ataupun Pemerintah Pusat, akan dari Islamic Devolopment Bank (IDB)###

Penulis : Rizki Yakub

Komentar