Jazirah Indonesia – Sejumlah sampah plastik tampak mengapung di permukaan laut kawasan Pelabuhan Bastiong, Kota Ternate, Maluku Utara. Pemandangan itu hampir bisa disaksikan setiap hari, apalagi menjelang sore atau malam.
Pantauan Jazirah Indonesia beberapa waktu lalu, sejumlah pedagang yang duduk berjejal di atas dermaga, dengan santainya membuang sampah seperti kardus dan karung ke laut.
Seorang petugas Pelindo IV Wilayah Pelabuhan Bastiong Ternate, yang menolak namanya ditulis, tak menampik ulah para pedagang tersebut.
“Kami sudah sering imbau lewat pengeras suara, ya tapi begitulah, tidak ada kesadaran,” katanya, Jumat (17/9/2021).
Pelabuhan yang dikelola PT Pelindo IV Cabang Ternate ini, hanya menyediakan 8 unit tong sampah volume 240 hingga 20 liter.
Tiga unit ditempatkan di depan ruang tunggu, kantor pelabuhan, satu unit di Kantor KSOP, serta satu unitnya lagi di jalur masuk – keluar pelabuhan kapal rute Ternate – Pulau Kayoa.
Pelaksana Administrasi PT Pelindo IV Cabang Ternate Wilayah Pelabuhan Bastiong, Djufri Zaid mengaku, areal pelabuhan selalu dibersihkan oleh 2 orang petugas cleaning service, ketika kapal berangkat.
“Mereka menyapu malam hari setelah kapal berangkat, dan sampahnya dibuang ke bak penampungan yang tersedia di kawasan Pasar Bastiong,” katanya.
Ia mengakui, tong sampah yang disediakan di kawasan pelabuhan belum cukup menampung jumlah sampah yang ada. “Perlu ditambah lagi,” katanya.
“Tapi kami selalu imbau lewat pengeras suara, jangan buang sampah ke laut. Tapi semua tergantung kesadaran masyarakat,” tambahnya.
Ribetnya penanganan sampah di kawasan Pelabuhan Bastiong diakui seorang staf pada Dinas Teknik PT Pelindo IV Cabang Ternate, Nafhan Kusuma.
“Biasanya dalam sehari 1 hingga 3 kali dibersihkan. Tapi namanya banyak orang kan, 3 jam kemudian kotor lagi,” katanya.
Ia menegaskan, pihaknya bukan tidak mau menyiapkan tempat penampungan sampah berukuran besar. “Tapi di Pelabuhan Bastiong cukup padat. Jadi bukannya kami tidak mau siapkan,” katanya.
Namun penanganan sampah di Pelabuhan Bastiong, berbeda dengan Pelabuhan Ahmad Yani Ternate. Di Pelabuhan Ahmad Yani tersedia satu unit dump penampungan sampah.
Dikatakan Nafhan, sampah yang ditampung di dump penampungan langsung diangkut petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate.
Dalam sebulan, kurang lebih 8 kali pengangkutan. “Tergantung arus menumpang. Apalagi saat lebaran atau tahun baru, itu bisa 12 kali,” katanya.
Sedangkan sampah dari kapal, kata Nafhan, ditangani langsung oleh personil kapal. “Misalnya Pelni atau kapal swasta seperti KM Permata Obi, itu ada sendiri personilnya di pelabuhan. Jadi begitu kapal tiba, mereka langsung angkut,” katanya.
Namun, menurut Kepala DLH Kota Ternate, Tonny Sachruddin Pontoh, petugas di Pelabuhan Bastiong tidak pernah berkoordinasi dengan DLH.
“Kalau Pelabuhan Ahmad Yani, mereka koordinasi ke kita. Jadi sampahnya kita angkut, dibuang ke TPA Buku Deru-Deru,” terang Tonny.
Meskipun Pelabuhan Bastiong secara administratif berada di wilayah Ternate, tapi menurut Tonny, DLH tidak bisa serampangan masuk begitu saja.
“Karena itu kewenangan Pelindo. Dan saya tidak perlu berkoordinasi, mereka yang harus koordinasi ke kami. Kalau libatkan kami, ya diangkut,” katanya.
Menurut dia, semua pelabuhan rakyat di bawah Pemerintah Kota Ternate menjadi tanggung jawab DLH. Seperti Pelabuhan Dufa-Dufa, Kecamatan Ternate Utara.
“Di situ ada 3 titik yang kita tempatkan kontainer sampah. Masing-masing di kawasan perikanan, pasar rakyat, dan tempat nongkrong tulang ikan,” ujarnya.
Bagi dia, harus ada fungsi koordinasi lintas sektoral. Para pedagang yang ada di areal Pelabuhan Bastiong juga harus ditertibkan.
“Masak Pelindo tidak bisa siapkan satu unit kontainer atau dump sampah di situ. Fungsi pelayanan dan penanganan harus include,” tegasnya.
Jazirah Indonesia sempat memperoleh gambar sebuah armada laut, pemberian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang difungsikan untuk menangani sampah di kawasan pesisir.
Ketika diperlihatkan, Tonny mengaku armadanya sudah diserahkan ke Wali Kota Ternate. “Jumlahnya 1 unit, tapi belum penyerahan ke kami di DLH,” katanya.
Sebab menurut Tonny, yang harus dipikirkan adalah masalah penganggaran. “Lalu tim satgas (satuan tugas), dan tentu itu terikat honor juga,” katanya.
Sementara, 17 unit armada sampah yang dimilik DLH Ternate saat ini sudah tidak layak beroperasi. “Pengadaannya sejak 2007-2009, tapi saya paksakan,” katanya.
Penulis: Nurkholis Lamaau
Editor: Nurkholis Lamaau
Komentar