Jazirah Indonesia – Gubernur Abdul Ghani Kasuba mengaku dilematis dengan kondisi kas daerah (Kasda) Pemprov Maluku Utara yang kian menipis.
Kondisi ini diperparah lagi dengan beban utang daerah baik Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/kota maupun utang pihak ketiga yang menyandera pemerintahannya.
Disisi lain, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Provinsi Maluku Utara, mengeluhkan terkait dengan pencairan anggaran tahun 2023 di BPKAD.
Pasalnya, banyak kegiatan sudah selesai akan tetapi pihak BPKAD belum juga memproses permintaan OPD.
Keluhan ini disampaikan hampir semua OPD saat rapat bersama dengan gubernur Abdul Gani Kasuba di Hotel Crysant Ternate, Selasa (12/12/2023).
Menanggapi apa yang dikeluhkan ini, gubernur Abdul Gani Kasuba mengakui memang saat ini keuangan Pemprov mengalami kekosongan.
“Uang kita belum ada, baru kemarin dulu diterima, jadi uang kita ada di Jakarta baru mereka berikan setetes-setetes,” kata Abdul Gani.
Kendati demikian, gubernur memastikan permintaan OPD akan direalisasikan meski tidak sedikit.
“Tapi insyah Allah sekalipun sedikit yang penting tidak ada masalah hukum karena saya juga takut,” ujarnya begitu.
Menurut gubernur, dengan kondisi kas daerah yang kosong ini dirinya menjadi dilematis karena dana transfer DBH dari pusat baru Rp 50 miliar saja dari Rp 297 miliar, sedangkan permintaan pembayaran utang menumpuk.
“Anggaran sedikit tapi semua bikin permintaan, bagaimna bisa. Bahkan DBH juga yang belum di tranfer, jika ditransfer ya sudah tentu dibagi lagi ke 10 kabupaten/kota. Sampai saat ini DBH yang ditransfer hanya Rp 50 miliar, kadang juga hanya Rp 10 miliar, bagaimna bisa kita bayar utang,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPKAD Provinsi Maluku Utara Ahmad Purbaya menyebutkan, belum diprosesnya pencairan anggaran OPD karena terkendala anggaran.
Purbaya mengatakan, total tagihan yang harus dibayarkan sesuai permintaan OPD sebesar Rp 362 miliar. Ini termasuk 3 bulan Tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar Rp 39 miliar, ditambah 9 bulan gaji guru honorer daerah Rp 27 miliar, dan gaji tenaga kesehatan serta belanja obat RSUD Chasan Boisoerie Ternate sebesar Rp 40 miliar.
“Tagihan OPD itu Rp 362 miliar, sementara kita diperhadapkan dengan kondisi keuangan kas daerah yang tersisa hanya Rp 6 miliar. Artinya BPKAD tidak menahan pencairan, tapi memang kondisi keuangan demikian karena seluruh dana transfer belum masuk,” jelasnya.
Menurut Purbaya, tagihan-tagihan tersebut akan dibayarkan pada minggu ketiga atau keempat Desember 2023. Ini kemungkinan direalisasikan apabila pemerintah pusat mentransfer seluruh dana bagi hasil kurang bayar senilai Rp 297 miliar.
“BPKAD lagi intens berkomunikasi dengan Kemenkeu. Kami berharap Rp 297 miliar itu samua ditransfer ke pemerintah provinsi supaya semua beban tagihan bisa diminimalisir. Tapi info terakhir sesuai hasil komunikasi pempus hanya transfer Rp 150 miliar,” terangnya.
Kata Ahmad, jika benar pemerintah pusat hanya mentransfer Rp 150 miliar, maka secara tidak langsung akan memengaruhi proses pembayaran yang direncanakan pada minggu ketiga atau keempat Desember 2023.
“Tidak bisa dilakukan karena tidak cukup anggaran, masalahnya ada di pempus bukan di pemerintah provinsi. Mungkin ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, tapi kita terus berupaya agar ditransfer seluruhnya,” sebutnya.
Dana lain yang masih diperjuangkan, lanjut Purbaya, yaitu dan DAU penyesuaian PPPK senilai Rp 115 miliar. Dana ini, katanya, belum juga ditransfer.
“Dana-dana ini yang kita sampai hari ini berkomunikasi dengan pempus. Mengenai gaji PPPK tahun angkatan Oktober kemarin itu terkendala karena APBD-perubahan 2023 ditolak, makanya dialihkan ke pergeseran,” pungkasnya.










