Jazirah Indonesia – Bukan saja soal pembiayaan yang terintergrasi, tidak ada pendampingan yang kontinyu merupakan peneybab Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berpuluh-puluh tahun tidak mengalami peningkatan.
Hal ini merupakan bagian yang disampaikan Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki dalam BRI Microfinance Outlook 2021 “Building Sustainable Microfinance Ecosystem in the Digital Era”, Rabu (28/4/2021).
“Mengawali sambutan ini saya ingin menggulirkan satu pertanyaan mendasar: setiap tahun alokasi pembiayaan kita untuk UMKM, ambil contoh KUR, terus meningkat. Namun, mengapa struktur UMKM kita belum banyak berubah? Masih didominasi Usaha Mikro? Tidak naik kelas?” kata MenkopUKM Teten”, dikutip Liputan6.com.
Tema serupa tentang kelambatan perkembangan UMKM di Indonesia telah berkali kali dibahas di dekade terakhir. salah satunya pada konferensi internasional mengenai UMKM pada Mei 2014 lalu, dimana evaluasi masalah UMKM Indonesia saat itu menjadi proyeksi penting untuk 1 dekade terakhir.
Namun saja, UMKM di daerah saat ini masih saja terlilit masalah sebagaimana diketengahkan pada konferensi tersebut, bahwa, pembiayaan UMKM melalui kredit perbankan disamping sistem pendampingan masih menjadi masalah utama.
Pembiayaan UMKM di Indonesia waktu itu disebutkan baru mencapai seperlima atau sekitar 20 persen dari kredit yang disalurkan perbankan dengan total nilai Rp 640 triliun hingga Februari tahun 2014 itu.
Padahal, data Badan Pusat Statistik menunjukkan di seluruh Indonesia pada tahun tersebut telah mencapai 50 juta UMKM.
Baca juga: 30 Juta UMKM di Indonesia Dilaporkan Bangkrut
Perwakilan dari Bank Indonesia, Yunita Resmi Sari mengatakan, rendahnya kredit yang tersalur ke UMKM akibat adanya informasi yang tidak simetris antara kedua pihak.
Untuk kelayakan kredit kata Yunita perlu pelaporan keuangan yang lengkap dan masuk akal namun mayoritas UMKM masih kesulitan untuk melakukannya.
“Ada keprihatinan dari negara-negara ini bahwa perlu ada pembahasan yang lebih spesifik mengenai upaya-upaya untuk meningkatkan akses keuangan dari UKM”, ujar Yunita pada pertemuan Aliansi Keuangan Inklusif yang beranggotakan para regulator bank sentral maupun kementerian keuangan dari 29 negara berkembang, dilanksir voaindonesia.com.
Masalah tersebut masih saja ada, dari evaluasi KemenkopUKM di tahun 2021 ini. Dimana KemenkopUKM menemukan lambatnya perubahan pada struktur UMKM, karena selama ini, skema pembiayaan UMKM belum terintegrasi ke dalam pendampingan usaha baik di hulu hingga ke hilir, alias masih bersifat parsial.
Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui kredit perbankan masih menjadi masalah bagi kebanyakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seperti diungkap oleh konferensi internasional mengenai UMKM selama dua hari di Yogyakarta pekan lalu.
Memperkuat Pengembangan Terintegrasi
Kementerian Koperasi dan UKM di tahun 2021 nampak mengawali kembali dengan mensinyalir program pengembangkan sistem pendampingan terintegrasi pada skema pembiayaan UMKM melalui penguatan KUR, PNM, dana bergulir LPDB-KUMKM, maupun pembiayaan lainnya.
“Tentu tidak salah menjadi pelaku usaha mikro. Namun, karena sifat usaha ini lebih sebagai survival economy, maka peran negara adalah memastikannya agar terjadi transformasi, tumbuh menjadi kecil, menengah, dan seterusnya,” ujar MenkopUKM, Teten.
Lanjut Teten, disisi lain ada UMKM yang mendapat pendampingan usaha, namun tetap tidak dapat mengakses pembiayaan perbankan, karena tidak otomatis mendapatkan izin usaha maupun sertifikasi produk misalnya.
Ada pula yang sudah mendapatkan pembiayaan, namun tidak mendapatkan pendampingan pengembangan usaha sehingga berpuluh-puluh tahun tidak naik kelas dan tidak berkembang.
Perlu Belajar dari Jepang dan Korsel
Untuk sistem pendampingan terintegrasi menurut Teten, Indonesia perlu belajar dari negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Vietnam yang telah menerapkan sistem pendampingan terintegrasi. Di mana di negara-negara tersebut tidak memisahkan ekosistem pembiayaan UMKM dengan ekosistem pengembangan usaha.
“Ini yang sedang kami lakukan di KemenkopUKM melalui penguatan KUR, PNM, LPDB, dan pembiayaan lainnya. Misalnya, mereka yang dapat KUR harus sekaligus didampingi untuk mendapati perizinan usaha, sertifikasi, dan akses pasar. Pada 2021 kami menargetkan sebanyak 2,5 juta Usaha Mikro mendapatkan izin usaha (NIB) dan sertifikasi halal gratis,” jelas teten.
Menurutnya, uji coba pemberdayaan dan model bisnis UMKM terintegrasi sedang dilakukan di sejumlah daerah. Pihaknya menargetkan 100 koperasi modern terbentuk di 2021 terutama korporatisasi pangan (pertanian, perikanan, dan peternakan) khususnya di wilayah perhutanan sosial. Sebagai contoh kemitraan pisang di Lampung.
Disamping itu, Teten mengatakan, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan afirmasi UMKM berupa penerbitan UU 11/ 2020 tentang Cipta Kerja yang diturunkan melalui PP No. 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Aturan tersebut, dikatakannya berupaya agar UMKM naik kelas melalui pendekatan terintegrasi (hulu-hilir). Mulai dari kemudahan perizinan, bantuan hukum, sertifikasi halal gratis, pendampingan dan pelatihan usaha, skema kemitraan, akses pembiayaan, promosi produk, dan belanja pemerintah untuk UMKM.
Penulis : Rizkiansah Yakub.
Editor : Rizkiansah Yakub.
Komentar