Oleh: Dr. Suddin M. Saleh Djumadil, S.S., M Hum.
(Dosen pada Program Studi Sastra Inggris
FIB Universitas Khairun – Indonesia)
Udinmsaldju@79gmail.com
Pengantar
Bahasa terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan secara realitas tampak pada masing-masing pengguna atau penutur bahasanya. Para penutur memiliki corak bahasanya dalam proses penggunaan dengan cara penghematan, pelenyapan, dan penyisipan segmen bunyi. Oleh karena itu, bahasa terasa tidak sempurna lagi dalam konstruksi originalnya dan dianggap sebagai suatu bahasa yang arbitrer.
Bahasa Tidore dan Bahasa Indonesia dalam penggunaan sehari-hari telah terkontaminasi fenomena ini. Bahasa Tidore dituturkan oleh etnis Tidore dan etnis mana saja yang dapat berbahasa Tidore di Wilayah Maluku Utara memang sangat berbeda dari segi bunyi dengan bunyi tuturan dalam bahasa Indonesia. Mungkin hampir semua penutur di Maluku Utara dapat berbahasa Indonesia tetapi tidak semua penutur di Maluku Utara dapat berbahasa Tidore. Pelenyapan segmen bunyi sering dilibat pada dua bahasa tersebut ketika dalam pemakaiannya dan hal ini dipikirkan sebagai peristiwa yang sudah lazim. Hal yang demikian itu berlaku pada bahasa-bahasa nusantara lainnya. Bahkan, itu banyak dijelaskan oleh para pencinta bahasa melalui berbagai artikel dan penulisan skripsi.
Beberapa hasil studi dijelaskan bahwa penutur bahasa Tidore melesapkan bunyi vokal secara apokope dan sinkope (Suddin, 2011). Pelesapan segmen bunyi biasanya terjadi pada anak-anak. Hal ini dapat dinyatakan oleh (Nur Fadhilah M. 2018) bahwa pelesapan dan perubahan fonem terjadi pada bahasa anak-anak yang berusia dua sampai lima tahun. Begitu juga, Hatuyil Umami, 2019) mengungkapkan bahwa pelesapan dan perubahan fonem vokal dan konsonan dapat dialami oleh anak-anak. Dalam bahasa Melayu Ternate, penutur melesapkan fonem vokal (Yuriska dan R. Do Subuh, 2020).
Pelenyapan Segmen Dari Aspek Teoretis
Kata pelenyapan dapat bersinonim dengan kata pelesapan yakni sesuatu yang hilang, lepas dari gugusannya atau lenyap, dalam penulisan ini, penulis menggunakan istilah pelenyapan sebagai pemahaman tentang hilangnya suatu segmen bunyi dalam suatu bahasa. Kegiatan studi fonologi, linguis berusaha menemukan fitur basis universal bunyi bahasa manusia. Moskowitz (dalam Mengantar, 1990:57) menganggap peranan silabel dalam perkembangan fonologi sangat penting, silabel pertama diperoleh si anak adalah termasuk dalam kelompok konsonan vokal KV dan fenomena ini berhubungan erat dengan realitas bahwa semua bahasa di dunia ini memiliki silabel konsonan vokal.
Kentjanawati (1992:11) memparafrase bahwa vokal [i], [a], [u], secara menyeluruh merupakan fonem vokal pertama yang muncul pada bahasa anak-anak. Suhendra mendeskripsikan bahwa silabel dengan konstruksi KV dapat ditemukan pada hampir semua bahasa di dunia. Jadi, fitur basis universal bunyi bahasa ialah KV, kemudian jenis bunyi ini berkembang ke tataran reduplikasi, misalnya KVKV. Konstruksi jenis bunyi ini mengalami alterasi pembentukan pada salah satu atau lebih jenis segmen yang dilenyapkan. Segmen dapat berupa konsonan dan vokal atau biasa disebut penggalan bunyi bahasa. Ahli fonologi menyebut segmen sebagai bunyi bahasa yang abstrak yang menjadi perhatian dalam studi-studi fonologi.
Segmen merupakan dasar dalam proses pemahaman dan pengucapan bunyi bahasa. Dalam proses tuturan, salah satu atau lebih segmen dilenyapkan (vanished) oleh penutur. Gejalah seperti ini belum dianggap berlaku secara universal, hanya berlaku pada bahasa-bahasa tertentu di dunia. Pelenyapan atau penghilangan itu dinyatakan oleh Hyman (1979:99) “ A solution with fewer phonemes is judged more economical than solution recognizing more phonemes” ( Pelenyapan fonem yang lebih sedikit dinilai lebih ekonomis dari pada pelenyapan fonem yang lebh banyak).
Pakar fonologi juga memberikan pengertian pelenyapan bunyi segmen antara lain adalah Suhendra mendeskripsikan bahwa pelenyapan segmen itu terjadi karena kesulitan para penutur bahasa dalam pengucapan gugus bahasa. Chaer (2003:136) menyatakan “Dalam percakapan yang cepat atau dalam situasi yang informal seringkali penutur menyingkat atau kontraksi ujarannya”. Verhaar (2004:85) mengatakan bahwa hampir semua bahasa di dunia, para penutur berusaha untuk menghemat tenaga dalam pemakaian bahasa dan memperpendek tuturannya sejauh hal itu tidak bertentangan dengan budaya tempat bahasa tersebut digunakan. Sifat hemat itu dalam bahasa lazim disebut ekonomi bahasa.
Selanjutnya, Chaer (2009:101) dalam bukunya berjudul “Fonologi Bahasa Indonesia” menguraikan bahwa pelenyapan fonem adalah peristiwa hilangnya fonem akibat proses morfologis. Untuk memahami pengetian pelenyapan jenis fonem di atas, istilah perpendekan, penyingkatan, dan ekonomi bahasa kurang begitu populer di dalam fonologi generatif, akan tetapi para ahli fonologi generatif menawarkan dengan istilah “kesederhanakan” (simplicity) bahasa. Dengan demikian, kesederhanaan bunyi ujar disebabkan penghematan penutur dalam penggunaan bahasanya.
Apokope Dalam Bahasa Tidore
Pelenyapan satu bunyi atau lebih pada akhir sebuah kata dapat disebut apokope. Tuturan dalam bahasa Tidore dapat diamati pelenyapan secara apokope, misalnya dilihat pada tabel berikut ini.
Kata-kata yang dihitamkan dalam kalimat-kalimat bahasa Tidore pada tabel di atas mengalami alterasi pelenyapan segmen bunyi vokal [i], [e], dan [o] secara apokope. Vokal dapat dipahami sebagai segmen yang artikulasinya tidak memperoleh hambatan arus udara. Vokal [i] berdampingan dengan konsonan [l], [s], [ƞ] dan [g]. Konsonan ialah segmen yang artikulasinya mengalami hambatan yang signifikan pada aliran udara dalam tenggorokan. Bunyi nasal dorsovelar [ng/ƞ] dalam kata wange, bunyi ini arus udara terhambat pada pangkal lidah dan langit-langit lunak. Bunyi lateral [l] dihasilkan dari hambatan arus udara pada ujung lidah dengan gusi atau apikoalveolar. Bunyi hambat bersuara [g] atau dorsovelar bersuara. Bunyi hambat frikatif atau desis [s] terjadi pada batang lidah dan langit-langit keras. Bunyi vokal [i] termasuk bunyi depan tinggi. Bunyi vokal [e] ialah bunyi depan sedang dan bunyi vokal [o] termasuk bunyi belakang bundar sedang.
Kaidah Apokope Nirobstruen Bahasa Tidore
Kaidah struktur pelenyapan segmen bunyi diterapkan mestinya seiring dengan memperhatikan gugus segmen untuk menentukan tipe pelenyapan itu sendiri. Kaidah pelenyapan segmen bunyi vokal bahasa Tidore dapat diberikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2
Aferesis dalam Bahasa Indonesia
Dinamika bahasa Indonesia pada abab milinium ini semakin meningkat kuantitas baik dalam aspek penggunaan maupun studi kebahasaannya. Pesebaran penutur bahasa Indonesia menurut detikEdu.com 6 April 2022, yakni Amerika dan Eropa dua juta penduduk, Asia, Pasifik, dan Afrika: 2,4 juta penduduk, Asia Tenggara: 5, 2 juta penduduk. Tempo.Co.Jakarta Selasa 24 Mei 2022 diinformasikan bahwa pengguna bahasa Indonesia berjumlah lebih dari 300 juta di dunia dan penduduk Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sudah melebihi 250 juta jiwa dari penduduk Indonesia yang lebih dari 272 juta jiwa.
Penelitian tentang ilmu linguistik Indonesia di Negara Repuplik Indonesia belum dapat dipastikan jumlah seluruhnya. Hal itu sudah tentu terlalu banyak jumlah penelitiannya yang tidak dapat disebut satu persatu dalam penulisan ini. Bayangkan saja, hasil penelitian berupa skripsi linguistik Sastra Indonesia FIB UNPAD sudah berjumlah 632 (https://Indonesia.fib.ic.id). Studi-studi kebahasaan Indonesia dalam perspektif fonologi khususnya pelenyapan bunyi segmen, secara realitas, telah dialami oleh anak-anak berusia di bawah lima tahun. Pelenyapan segmen bunyi dalam bahasa Indonesia yang bertipe aferesis dapat disajikan berikut ini. Suatu konsep yang perlu dipahami terlebih dahulu bahwa penanggalan huruf awal atau suku awal kata dapat disebut aferesis. Selanjutnya, data ini diperoleh dari Nur Fadhilah M. (2018:55) dan dideskripsikan dalam table berikut ini.
Tabel 3
Memperhatikan kata-kata pada tabel di atas, pelenyapan bunyi-bunyi konsonan pada awal kata yang dibentuk oleh hambatan arus udara dan ada satu nirobstruen [a] juga dilenyapkan. Segmen bunyi hambat [f] dihasilkan oleh alat ucap: gigi atas dengan bibir bagian bawah atau labiodental. Bunyi hambat [g] diproduksi oleh pangkal lidah dan langit-langit keras atau laminopalatal. Kata jalanan pada point 3 terjadi pelenyapan tiga segmen bunyi sekaligus, yakni [j], [a], dan [l]. segmen bunyi hambat [j] dihasilkan oleh batang lidah dengan langit-langit lunak. Bunyi vokal atau nirhambat [a] ialah bunyi tengah rendah. Bunyi hambat [l] ialah bunyi lateral yang dihasilkan oleh alat ucap: ujung lidah menyentuh gusi atau apikoalveolar. Bunyi hambat [d] ialah bunyi nirlateral yang diproduksikan oleh alat ucap apikoalveolar.
Kaidah Aferesis Bunyi Obstruen Bahasa Indonesia
Tabel 4
PENUTUP
Berdasarkan pemerian pelenyapan segmen bunyi vokal bahasa Tidore dan pelenyapan segmen bunyi obtruen bahasa Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa pelenyapan secara apokope terjadi pada penutur bahasa Tidore dan pelenyapan secara aferesis terjadi pada penutur bahasa Indonesia. Kesederhanaan atau simplicity diasumsikan sebagai sebuah parameter latar belakang fenomena pelenyapan segmen bunyi ujar dan itu adalah suatu perkembangan dalam bidang ilmu linguistik. Aspek perkembangan pemakaian bahasa, pelenyapan segmen bunyi ujar diasumsikan sebagai tuturan yang telah ditradisikan oleh suatu masyrakat bahasa, apabila pelenyapan segmen bunyi terjadi pada penutur kaum remaja, juga penutur kaum dewasa. Pelenyapan bunyi vokal [i] dalam bahasa Tidore setelah bunyi obstruen lateral [l], frikatif tidak bersuara [s], plosif bersuara [g]. Pelenyapan bunyi vokal [o] setelah bunyi obstruen lateral [l] dan pelenyapan bunyi vokal [e] setelah bunyi obstruen nasal [ƞ].
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Pelenyapan bunyi obstruen frikatif tidak bersuara [f], bunyi obstruen plosif bersuara [g], bunyi obstruen afrikat bersuara [j] dan bunyi obstruen plosif bersuara [d] sebelum bunyi vokal belakang bawah rendah [a]. lagi pula, pelemyapan tiga segmen [j] [a] [l] sekaligus sebelum bunyi vokal belakang bawah rendah [a]. Akhir kajian ini belum sampai pada kesempurnaan dan perlu ditindaklanjutkan oleh permerhati bahasa, linguis, dan penulis sendiri pada kesempatan lain di masa yang akan datang.
REFERENSI:
Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
……. .2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Hayatul. Umami. 2019. Analisis Pelesapan dan Perubahan Fonem dalam Nyanyian Anak-Anak
Di TK Abhariyah Kecamatan Labu Api Kabupaten Lombok Barat. Universita Muhammadiyah Mataram.
Hyman. 1975. Phonology Theory and Analysis. USA: Holt, Rinehart and Winston.
Mangantar, 1990. Teori-Teori Perolehan Fonologi. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Nur Fadhilah M. 2018. Pelesapan dan Perubahan Fonem pada Bahasa Anak-Anak usia
2 – 5 Tahun Di Kecamatan Mapili Kabupaten Polewai Mandar. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Schane. 1973. Phonology Generatif. (Diterjemahkan oleh Kentjanawati G.). Jakarta: PT Glora Aksara Pratama.
Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Suddin M. Saleh, Dj. 2011. Pelesapan Bunyi Vokal dalam Bahasa Tidore. Analisis Fonolgi
Generatif. Tekstual Volume 9 Nomor 18 Oktober 2011.