Jazirah Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kristian Wuisan (KW), tersangka dari pihak swasta terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur yang menjerat Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK).
KW ditangkap di Desa Gosoma, Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Sabtu 23 Desember 2023 kemarin.
“Melanjutkan proses penyidikan yang sudah berjalan dan sebagaimana informasi yang diperoleh terkait keberadaan Tersangka KW, Tim Penyidik kemudian melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan,” ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, dikutip dari detik.com, Minggu (24/12/2023).
Ali mengatakan, KW ditangkap dan langsung digelandang ke Mako Brimob Polda Maluku Utara untuk pemeriksaan pendahuluan. Dalam proses penangkapan ini, KPK dikawal penuh Kesatuan Brimob Polda Maluku Utara.
“Berikutnya tersangka dimaksud, diamankan di Mako Brimob Polda Maluku Utara untuk pemeriksaan pendahuluan,” katanya.
KW diterbangkan hari ini ke gedung Merah Putih KPK di Jakarta. Dia akan diperiksa sebagai tersangka.
“Hari ini (24/12), tersangka KW diterbangkan ke Jakarta dan dilakukan pemeriksaan tim,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan AGK dan 7 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur. KPK telah menahan 6 tersangka, termasuk AGK.
Kasus ini berawal saat Pemerintah Provinsi Malut akan mengadakan proyek infrastruktur. AGK, yang menjabat Gubernur Malut, diduga menentukan kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang.
“AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan dimaksud,” sebut Ali.
Gubernur dua periode itu diduga memerintahkan Kadis Perumahan dan Permukiman Malut AH, Kadis PUPR Malut DI, dan Kepala BPPBJ Malut RA untuk menyampaikan proyek di Malut. Besaran nilai proyek jalan dan jembatan di Malut mencapai Rp 500 miliar dari APBN.
“Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Ranga Ranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo,” bebernya.
AGK diduga menentukan besaran setoran setiap proyek dan diduga memerintahkan agar progres pekerjaan dimanipulasi seolah telah selesai 50 persen agar anggaran bisa segera dicairkan.
“Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, AGK sepakat dan meminta AH, DI, dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan,” ungkapnya.
Ali mengatakan, kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang ialah Kristian Wuisan. Selain itu, ada pihak swasta bernama Stevi Thomas, yang diduga memberikan uang kepada AGK melalui ajudannya, Ramadhan Ibrahim (RI), untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan.
“Teknis penyerahan uang melalui tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI,” katanya.
Alu juga mengatakan, AGK diduga menerima uang senilai Rp 2,2 miliar. Selain itu, AGK juga diduga menerima uang dari para ASN untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara.
“Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp 2,2 miliar,” sebutnya.
AGK, RI, dan RA dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, AH, DI, ST, dan KW dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.