Jazirah Indonesia – Penyebaran Islam di Afrika Selatan tidak terlepas dari peran ulama Indonesia yang melakukan syiar melalui jalur rempah.
Informasi sejarah ini pula yang mengundang perhatian Yayasan Negeri Rempah untuk menapaki Cape Town, ibu kota Afrika Selatan pada 7 -11 Desember 2024. Tujuannya menelusuri sejarah masuknya Islam di negara yang juga dijuluki Negeri Pelangi tersebut.
Yayasan Negeri Rempah sendiri merupakan organisasi nirlaba yang fokus pada lingkup sosial-budaya. Kegiatan organisasi ini didedikasikan bagi peningkatan kesadaran masyarakat untuk belajar dan memperoleh pengetahuan tentang kebhinekaan Indonesia.
Bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan RI, Yayasan Negeri Rempah mengutus tiga peneliti diantaranya, Yanuardi Syukur (dosen antropologi Universitas Khairun Ternate), Abdul Kadir Ali (dosen Universitas Nuku Tidore) dan Irma Zahrotunnisa Wijaya (peneliti Yayasan Negeri Rempah).
Kehadiran peneliti Yayasan Negeri Rempah di Cape Town disambut hangat Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Cape Town, Tudiono.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Jazirah Indonesia, Selasa (10/12/2024), di sela-sela makan malam dengan para peneliti, Tudiono berharap jalinan kemitraan antara Indonesia-Afrika Selatan khususnya Cape Town semakin erat dalam ukhuwa keislaman.
la juga mendorong agar berbagai studi terkait relasi Islam kedua negara terus diintensifkan sebagai bentuk diplomasi budaya Indonesia di luar negeri.

Menurut Tudiono, hal ini lantaran ulama, tokoh dan pejuang Indonesia memiliki peran signifikan dalam penyebaran Islam di Afrika Selatan.
Nama-nama ulama, tokoh dan pejuang itu kata Tudiono, seperti Syekh Yusuf al-Makassari di abad ke-17, dan Tuan Guru Abdullah bin Qadhi Abdussalam dari Tidore pada abad ke-18.
Bahkan lanjut Tudiono, mereka tidak hanya menjadi pelopor dalam penyebaran Islam semata, akan tetapi juga bagi kemerdekaan Afrika Selatan.
Ia mengaku setiap tahun selalu menggelar berbagai event kultural dan ekonomi untuk mendekatkan hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Ketua tim Yayasan Negeri Rempah, Yanuardi Syukur mengatakan bahwa mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela menganggap Syekh Yusuf dan Tuan Guru sebagai inspirator dalam perjuangan bangsanya.
“Bahkan ketika Mandela dibebaskan, lokasi pertama yang ia kunjungi adalah makam Tuan Guru Abdullah bin Qadhi Abdussalam di komplek Tana Baru, Cape Town,” ujar Yanuardi.
Tak jauh dari makam tersebut, tepatnya di jalan Dorp, masih berdiri kokoh Masjid al-Auwal, masjid pertama di Afrika Selatan yang didirikan oleh Tuan Guru Abdullah bin Qadhi Abdussalam.
Menurutnya, masjid ini didirikan setelah Tuan Guru dibebaskan dari penjara di Robben Island. Masjid tersebut hingga kini masih eksis sebagai simbol perjuangan umat Islam Cape Town untuk pengakuan Islam dan kebebasan beribadah.
Yanuardi dan rekannya menyempatkan diri mengunjungi masjid Al-Auwal. Ia menjelaskan, tempat shalat laki-laki berada di lantai dasar dan lantai dua untuk tempat shalat jemaah perempuan serta menjadi madrasah sore untuk anak-anak Muslim Cape Town.
“Di situ, mereka belajar mengaji menggunakan Iqra seperti yang kita pakai di Indonesia dengan sedikit modifikasi,” kata Yanuardi.
Sementara itu, Abdul Kadir Ali mengatakan, Tuan Guru Abdullah bin Qadhi Abdussalam layak diusulkan menjadi pahlawan nasional Indonesia.
Dalam catatan sejarah menurut Abdul Kadir, bersama ayahnya–Tuan Guru pernah melawan Belanda di daerah Kesultanan Tidore, tepatnya di Patani (kabupaten Halmahera Tengah).
Tuan Guru kemudian ditangkap oleh Belanda, lalu diasingkan ke Batavia (Jakarta), Sri Lanka dan berlabu di Cape Town. Meski demikian, ia tetap bersemangat melawan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.
Tuan Guru sendiri lahir di Tidore pada tahun 1712, dan wafat di Cape Town pada tahun 1807 dengan usia 95 tahun.
Selama di Cape Town, Tuan Guru bahkan menulis 6 mushaf al-Qur’an, salah satunya yang saat ini dipajang di masjid al-Auwal.
Masjid tersebut menjadi simbol perjuangan dan penyebaran ajaran Islam di wilayah Cape Town. Tuan Guru terus menginspirasi warga Afrika Selatan dalam perjuangan mencapai kemerdekaan dan mengangkat martabat manusia.
“Kiprah Tuan Guru yang sangat luar biasa, maka patutlah untuk pemerintah Indonesia mengangkatnya sebagai pahlawan nasional,” jelas Abdul Kadir Ali yang juga Dekan FISIP Universitas Nuku ini.
Olehnya itu lanjut Abdul Kadir, perlu melibatkan berbagai pihak untuk melakukan kajian mendalam terkait dengan sejarah perjuangan Tuan Guru baik di Indonesia maupun di Afrika Selatan.
Dalam misi diplomasi budaya jalur rempah Kementerian Kebudayaan di Afrika Selatan, saat ini telah terbangun penjajakan kerja sama antara Yayasan Negeri Rempah, Prodi Antropologi Sosial Universitas Khairun, Universitas Nuku, Tidore, International Peace College South Afrika (IPSA) dan disupport oleh Konjen RI Cape Town.
Abdul Kadir mengatakan, kerja sama tersebut akan terus dimatangkan hingga adanya hasil kajian akademik dalam pengusulan Tuan Guru Abdullah bin Qadhi Abdussalam sebagai pahlawan nasional Indonesia.