Antam dan Jalan Kedaulatan di Sektor Pertambangan

Oleh : Masgul Abdullah
(Direktur LESPERMATA, pernah berkerja di Antam Grup)

 

Beberapa waktu lalu, diberbagai acara, Presiden Prabowo menekankan tentang pasal 33 UUD 1945 dalam isi pidatonya. Presiden Prabowo berpesan agar badan usaha yang mengelola sektor-sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tidak melakukan kegiatan usaha yang merugikan masyarakat. Bahkan Presiden Prabowo menggunakan istilah mazhab serakahnomiks yang ditujukan kepada pelaku usaha yang terindikasi melakukan tindakan pidana  yang merugikan Negara.

Presiden Prabowo juga mengultimatum pelaku usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang merugikan masyarakat, asetnya akan disita oleh  Negara dengan menggunakan instrumen pasal 33 UUD 1945, yakni “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

Bukan hanya cabang-cabang produksi. Di bagian lain dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan “Bumi Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Poin ini sangat penting, karena Indonesia adalah negara yang kaya atas Sumberdaya alam, terutama sektor pertambangan. Sehingga, kedaulatan disektor pertambangan juga perlu menjadi fokus utama pemerintah.

Potensi di Sektor Pertambangan

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya atas sumber daya alam, terutama disektor pertambangan. Nikel misalnya, dari total cadangan Nikel dunia, 43 % berada di Indonesia, sebagaimana penyampaian Mentri ESDM RI Bahlil Lahadalia dalam acara Human Capital Summit (HCS) yang ditulis oleh CNN (03/06/25).

Berdasarkan data Kementerian ESDM RI 2024. Sumberdaya Nikel Indonesia berupa biji Nikel sebesar 18 Milyar Metrik Ton (WMT) sedangkan cadangan sebesar 5 Milyar Metrik Ton. Itu baru nikel, belum potensi sektor pertambangan lain seperti Timah dan Bauksit serta mineral tambang lainya.

Lalu kita lihat,  persebaran komoditas pertambangan di Indonesia berdasarkan jumlah Ijin Usaha Pertambangan Operasi (IUP OP). Untuk Nikel, terdapat cadangan terbesar terdapat di tiga daerah, Sulawesi, Maluku dan Papua. Yakni di Sulawesi Tenggara terdapat 170 IUP dengan luas 243.755 Hektar, Sulawesi Selatan 4 IUP dengan luas 6.996 Hektar dan Sulawesi Tengah 100 IUP dengan 212. 838 Hektar.

Sedangkan di Maluku terdapat 2 IUP dengan luas 8.244 Hektar dan Maluku Utara terdapat 47 IUP dengan luas 160.944 Hektar. lalu di Papua terdapat 1 IUP dengan Luas 5000 Hektar dan Papua Barat Daya terdapat 4 IUP dengan luas 21.420 Hektar.

Dengan potensi yang begitu besar, Indonesia seharusnya masuk dalam sekmen pemain utama kendaraan listrik dunia. Saat ini, Cina dan Eropa masih menjadi pasar terbesar kendaraan listrik. Padahal komponen utama kendaraan listrik adalah Nikel dan Indonesia punya potensi yang melimpah.

Indonesia tidak boleh sekedar menjadi pemasok bahan baku komponen kendaraan listrik dunia, namun harus menjadi produsen kendaraan listrik. Ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi, harus dipacu pembangunannya ditanah air, mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari komponen hingga kendaraan listrik itu sendiri.

Tidak elok jika begitu masifnya hutan di Sulawesi, Papua dan  Halmahera dialih fungsikan untuk kegiatan pertambangan, hanya  menjadikan Indonesia sebagai  penyuplai bahan baku untuk industi komponen kendaraan listrik semata, bukan pemain utama.

Menjadikan Antam sebagai pelaku Utama

Dari luas IUP OP dan Sumberdaya Nikel di atas,  di dalamnya termasuk dimiliki PT. Antam TBK (Antam). Sebagai Badan Usaha Milik Negara,  Antam selayaknya diberi ruang yang lebih besar untuk menjadi pemain utama dan katalisator untuk kendaraan listrik Indonesia. Melalui kebijakan pemerintah, Antam harus diberi ruang yang lebih leluasa dalam mengoptimalkan sumber daya Nikel yang di miliki. Hal ini bisa terealisasi jika adanya kemauan politik dari pemerintah Untuk memposisikan Antam sebagai pelaku Utara.

Keterlibatan Antam dalam pembangunan ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi yang Ground breakingnya beberapa waktu lalu oleh Presiden Prabowo di Karawang, Jawa Barat harus di dukung oleh semua pihak. Proyek ini melibatkan Antam, Indonesia Baterai Corporation (IBC), bersama Konsorsium CATL yakni Brunp, dan Lygent (CBL) dari Tiongkok. Proyek ini adalah sinergi  Antam selaku pemilik bahan baku dan Tiongkok sebagai pemilik teknologi.

Dimana, nantinya proyek ini menggunakan sebagian bahan baku yang dimiliki Antam di kawasan Tanjung Buli, Pulau Pakal dan Moronopo yang merupakan kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik Antam.

Keterlibatan Antam dalam proyek ini adalah bagian dari eksistensi Negara dalam proyek strategis nasional untuk mengoptimalkan sumber daya alam melalui hilirisasi.

Dengan Sumberdaya yang ada pemerintah harus berani mendorong BUMN seperti Antam untuk menjadi pemain global,  meskipun dari sisi kuantitas kepemilikan Antam masih dibawah pemegang IUP swasta. Di Halmahera Timur misalnya, luas IUP OP yang dimiliki sebanyak 3.648 Hektar, dan lebih besar lagi berada di Sulawesi Tenggara sebesar 29.456 Hektar.

Dengan luas IUP tersebut, total Sumberdaya yang dimiliki Antam sebesar 1.3 Milyar Metrik Ton (WMT) dan jumlah cadangan sebesar 493 Juta Meterial Ton. Meskipun jumlah ini masih dibawa IWP di Lelilef, Halmahera Tengah dan Harita di Kawasi, Halmahera Selatan yang telah memiliki industri hilirisasi.

Menurut penulis, Antam selaku BUMN, tidak bisa dilepaskan begitu saja oleh pemerintah untuk berkompetisi dengan pelaku usaha swasta. Karena, selaku BUMN Antam terikat dengan berbagai macam regulasi, terutama aspek penganggaran yang beresiko atas hukum. Sehingga, biasanya manajemen perusahaan plat merah sangat berhati-hati, dan tidak leluasa  mengambil kebijakan seperti pelaku usaha swasta.

Sedangkan, persaingan bisnis di sektor pertambangan tidak terlepas dari tangan kotor oknum dan kelompok yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan bisnis mereka. Kita bisa lihat, ratusan ijin usaha pertambangan (IUP) yang ditangguhkan Kementrian ESDM adalah indikasi bahwa selama ini begitu banyak pelaku-pelaku usaha dibidang pertambangan yang tidak taat aturan, mulai dari masalah IPPKH ataupun jaminan reklamasi.

Menuju Kedaulatan Tambang.

Dari realitas itu, dan sejalan dengan isi pidato Presiden Prabowo di atas, maka implementasi pasal 33 UUD 1945 bisa dijalankan jika sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dikelola oleh badan usaha milik negara seperti Antam dengan tangan anak-anak negeri, bukan tangan-tangan asing melalui badan usaha asing. Maka, selayaknya Antam didukung oleh semua pihak untuk menjadi pemain Nikel Global.

Kedepan, negara harus berdiri diatas kaki sendiri melalui Badan Usaha Milik Negara  untuk menjalankan misi hilirisasi sumber daya alam melalui Indsutri strategis nasional yang terintegrasi mulai dari penambangan, pengolahan, industri komponen kendaraan listrik dan Industri kendaraan listrik itu sendiri.

Keberadaan Antam selaku BUMN pada kancah global bukan hanya sekedar bisnis semata, tapi sebagai martabat negara dalam menjalankan amanah pasal 33 UUD 1945, begitupun kehadiran Antam di suatu tempat juga menjadi pelaku usaha sekaligus pelaku pembangunan di daerah tersebut.

Jika BUMN kita seperti Antam lemah dalam kancah persaingan bisnis ekosistem kendaraan listrik global ditengah sumberdaya alam yang melimpah,  maka itu adalah wujud dari kelemahan negara dan pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi. Jika itu terjadi, maka, pasal 33 UUD 1945,  hanya sekedar menjadi Teks yang tertulis tanpa makna. Wassalam.