Jazirah Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mulai mewacanakan hak angket terhadap buruknya tata kelola keuangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Ketua Komisi II DPRD Maluku Utara, Ishak Naser yang diwawancarai wartawan mengatakan, wacana hak angket ini dilandasi oleh beberapa alasan, salah satunya adalah di tolaknya APBD perubahan 2023 oleh Mendagri.
“Kita mencium dalam sistem penganggaran maupun pengelolaan keuangan tidak sehat, banyak peraturan gubernur yang diterbitkan sebelum APBD perubahan,” beber Ishak Naser, Kamis (14/12/2023).
Selain itu, digulirnya hak angket ini juga disebabkan oleh beberapa alasan seperti pergeseran anggaran tanpa regulasi, hingga keterlambatan penyerahan dokumen Rancangan APBD 2024 ke DPRD.
“Pergeseran anggaran sampai saat ini pergubnya belum diserahkan ke DPRD, kita akan minta dan melihat itu, apakah pergeseran itu hanya objek belanja dan rincian belanja atau antara jenis belanja, ataukah sudah ada pergeseran organisasi dan pergeseran program kegiatan yang mempersaratkan harus diterbitkan Perda,” kata Ishak.
Menurutnya, apabila ada pergeseran anggaran tetapi dilakukan tanpa Perda baik pergeseran antar organisasi dan kegiatan, maka jelas-jelas pemerintah daerah telah melanggar aturan.
“Sudah pasti DPRD bisa membuat hak iterpelasi dan sekaligus DPRD buat hak angket, meneliti dimana kesalahannya dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kesalahan itu,” tegasnya.
Tak sampai disitu, kata politisi Nasdem ini, keterlambatan yang berujung pada penolakan APBD Perubahan 2023 oleh Mendagri juga mengancam APBD Induk 2024, karena sampai sekarang Pemprov juga belum mengajukan dokumen rancangan anggarannya.
“Rencanya tanggal 15 Desember sudah diajukan, jangan sampai paksa diajukan tapi tidak sesuai dengan KUA-PPAS, karena kita melihat penyusunan APBD kali ini tidak berdasarkan informasi keuangan yang valid, karena TAPD dalam menjelaskan ke DPRD itu meraba-raba kondisi keuangan kita,” singgung Ishak.
Yang bikin heran lagi, lanjut dia, ada beberapa kegiatan di tahun 2023 yang sudah ditenderkan dan tak masuk daftar kegiatan yang dianulir namun diajukan ke 2024.
“Pertanyaannya adalah pekerjaan itu terlaksana apa tidak, kalau progresnya 10-20 persen bagi kami tidak perlu dianggarkan kembali di tahun 2024, seharusnya diberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kepada rekanan lalu di berikan denda keterlambatan dan tidak perlu lagi di bawa ke tahun 2024,” tandas Ishak.