Jazirah Indonesia – Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dimulai sejak tanggal 8 November lalu dan resmi ditutup pada Kamis (11/11/2021), Ijtima ulama menetapkan penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency hukumnya haram.
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan, karena mengandung gharar, dharar, qimar.
Cryptocurrency kata Niam, tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
Selain itu, Cryptocurrency dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.
“Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar, dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i (ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli),”kata Niam, Kamis (11/11/2021), dikutip republika.
12 point pembahasan Itjima Ulama MUI juga menyepakati makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan.
Selanjutnya, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.
Demikian juga terkait hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.
Baca Juga: Agenda dan Harapan Pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa 2021
Kiai Asrorun mengatakan, selama berjalanya ijtima ulama ke-VIII terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengukuhkan.
Kondisi ini menurutnya merupakan wujud dari shillatul fikri atau ketersambungan pemikiran yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.
“Ini hal yang patut kita syukuri bahwa musyawarah didasarkan kepada ide, ilmu dan hikmah akan saling menguatkan dan mengokohkan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan kesepakatan sebagai bagian dari wujud komitmen untuk optimalisasi fatwa guna mengoptimalkan kemaslahatan bangsa.
“Dengan hasil ini kita bertawakal kepada Allah mudah-mudahan ini bisa menjadi panduan di dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” ujar Kiai Asrorun.
Penulis : Nazirul. Editor : Nazirul
Komentar